IPNews. Jakarta. Dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp40 miliar terkait vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor CPO. Empat mantan majelis hakim yang pernah menangani perkara fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dituntut masing-masing 12 tahun dan 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Keempatnya itu yakni Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom dituntut 12 tahun penjara, sedangkan Muhammad Arif, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dituntut paling berat selama 15 tahun penjara.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Efendi, SH., dalam berkas tuntutan, JPU menyebut bahwa kasus korupsi tersebut terkait industri kelapa sawit pada periode Januari hingga April 2022, dengan terdakwa korporasi besar seperti Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar JPU dalam persidangan.

Dalam tuntutannya, JPU meminta agar masing-masing terdakwa dijatuhi hukuman berat karena dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

Namun demikian, jaksa juga menyampaikan beberapa hal yang meringankan, antara lain bahwa para terdakwa bersikap kooperatif, mengakui perbuatan, serta belum pernah dihukum sebelumnya.

Adapun rincian tuntutan terhadap para terdakwa sebagai berikut:

Djuyamto, mantan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dituntut 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, serta uang pengganti Rp9,5 miliar subsider lima tahun penjara.

Agam Syarief, dituntut 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan, dan uang pengganti Rp6,2 miliar subsider lima tahun penjara.

Ali Muhtarom, dituntut 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan, dan uang pengganti Rp6,2 miliar subsider lima tahun penjara.

Wahyu Gunawan, dituntut 12 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta uang pengganti Rp2,4 miliar subsider enam tahun penjara.

Muhammad Arif, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dituntut paling berat, yakni 15 tahun penjara.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 56 KUHP.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan aparat penegak hukum yang semestinya menjaga marwah lembaga peradilan, namun justru terlibat dalam praktik korupsi bernilai fantastis.(Her)