IPNews. Jakarta. Sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran merek antara merek Water Polo Plast milik Terdakwa dan PoloPlast milik PT Bangun Jaya Lestari di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (15/5/2025).
Sidang hari ini menghadirkan ahli bahasa dan saksi meringankan dari pihak Terdakwa, yang memberikan keterangan penting untuk membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam persidangan, Dr. Sandi Budiana, M.Pd., ahli bahasa dari FKIP Universitas Pakuan, menjelaskan bahwa secara linguistik dan semiotik, nama Water Polo dan PoloPlast merupakan dua entitas berbeda. Ia menegaskan bahwa perbedaan struktur kata, makna, hingga unsur visual keduanya tidak bisa disamakan.
“Frasa Water Polo terdiri dari dua kata yang membentuk makna spesifik, yakni produk plastik yang diasosiasikan dengan olahraga air. Sedangkan PoloPlast merupakan satu kata tanpa makna leksikal yang lebih mengarah ke asosiasi dengan polo sebagai olahraga berkuda,” jelasnya di hadapan majelis hakim.
Selain itu, perbedaan warna, ikon, dan komposisi huruf juga dinilai memiliki pengaruh terhadap persepsi konsumen. “Dalam ilmu semiotik, warna dan simbol adalah bagian dari sistem tanda. Ini bukan dekorasi semata, tapi menciptakan makna yang berbeda,” lanjutnya.
Sementara itu, saksi a de charge (meringankan) Soesanto, S.E., yang merupakan agen distribusi sekaligus mantan mitra usaha Terdakwa, memberikan keterangan bahwa Terdakwa telah menghentikan penggunaan merek Water Polo sejak putusan Mahkamah Agung pada Juli 2023 yang membatalkan sertifikat merek tersebut.
“Sejak putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, kami tidak lagi mendistribusikan produk dengan merek itu. Bahkan Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah mengeluarkan pernyataan resmi penghentian penggunaan merek,” ungkapnya.
Saksi juga menambahkan bahwa pada masa penggunaan, merek Water Polo masih terdaftar dan sah secara hukum, sehingga tidak ada pelanggaran yang terjadi saat itu.
Kuasa Hukum Terdakwa: Unsur Pidana Tidak Terpenuhi
Kuasa hukum Terdakwa dalam pernyataannya menyebut bahwa dua unsur utama dalam tindak pidana pelanggaran merek, yakni perbuatan tanpa hak dan niat jahat (mens rea), tidak terpenuhi dalam perkara ini.
“Keterangan ahli dan saksi menunjukkan bahwa tidak ada kesamaan menyesatkan antara kedua merek secara bahasa maupun simbolik. Selain itu, Terdakwa bertindak berdasarkan hak yang sah dan telah menghentikan kegiatan sebelum ada pelanggaran,” tegas kuasa hukum.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Made Punami, dengan anggota Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto, ditunda selama satu pekan untuk mendengarkan keterangan dari ahli merek yang akan dihadirkan pihak Terdakwa pada persidangan berikutnya, Kamis, 22 Mei 2025.
Pihak Terdakwa tetap optimis bahwa semua bukti dan keterangan yang telah diajukan akan menjadi landasan kuat dalam membuktikan bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan. (Her)