Kajari Lubuklinngau Willy Ade Chaidir (doc/ist)

IPNews. Jakarta. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lubuklinggau menghadirkan sebanyak 12 saksi, dalam sidang perkara dugaan korupsi dana hibah pada Badan Pengawasan Pemilu Musi Rawas Utara (Bawaslu Muratara), TA 2019-2020 di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang, Selasa (9/8/22),

“Dalam perkara dugaan korupsi ini 8 terdakwa duduk dikursi pesakitan Pengadilan Tipikor, diantaranya, ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Muratara, yaitu, Munawir, M Ali Asek, Paulina, Kukuh Reksa Prabu, Siti Zahri, Tirta Arisandi, Hendrik, dan Aceng Sudrajat.

Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau Willy Ade Chaidir saat dihubungi indoposnews,com mengatakan, (9/8),” bahwa dalam sidang perkara dugaan korupsi pada Bawaslu Muratara TA 2019-2020 ini masih agenda keterangan saksi.

Tim JPU Kejari Lubuklinggau yakni Agrin Nico Reval, Rahmawati, dan Sumarherti dalam sidang kali ini, sebanyak 12 saksi dihadirkan ke hadapan majelis hakim diketuai Efra H Tarigan.

Keduabelas saksi itu dihadirkan, terdiri dari 5 saksi dari Bawaslu Sumsel dan 1 PNS Bapenda, hadir secara offline, yaitu Sulpani, Iin Irwanto, Iwan Ardiansyah, Syamsul, Junaidi, Dian Widyasari.

Selanjutnya 7 saksi dari jurnalis hadir secara online yaitu, Aspin Dodi, Eko Hepronis, Endang Kusmadi, Sunardi, Zulkarnain, Sudirman, Aan Afriandi.

Dalam memberikan keterangan, “ketujuh jurnalis adalah korban, mereka tidak pernah menerima uang hasil iklan ataupun berita berbayar yang dibuat oleh pihak Bawaslu Muratara alias fiktif, jelasnya.

Sebelumnya dalam dakwaan yang dibacakan tim JPU Kejari Lubuk Linggau, mengatakan, Delapan terdakwa disangkakan telah melakukan tindak pudana korupsi dana hibah tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp 2,5 miliar dari nilai total hibah yang dikucurkan Pemerintah Kabupaten (PemKab) Muratara Rp 9,2 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres di tahun 2019, serta Pilbup dan Wabup Muratara di tahun 2020.

Seperti diketahui juga dalam dakwaan JPU terungkap, “bahwa dalam kegiatan pelaksanaan kegiatan Bawaslu ada kegiatan yang di mark up atau fiktif yang dilakukan oleh para terdakwa, diantaranya biaya sewa gedung laboratorium komputer SMA Bina Satria untuk seleksi anggota pengawas kecamatan (Panwascam) berbesar Rp 40 juta, akan tetapi dari pelaksanaan tersebut pihak sekolah hanya menerima Rp 11 juta.

Selain itu, untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp 30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada.

Serta dana hibah Bawaslu juga diberikan kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp100 juta atas inisiatif terdakwa Munawir selaku ketua Bawaslu.

Atas perbuatannya, JPU menjerat para terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Her/Tim)