IPNews. Jakarta. Meski kasus korupsi Jiwasraya telah masuk penuntutan dan seluruh kerugian negara atas kasus ini pun telah disita, namun hingga saat ini tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih terus melakukan penyidikan terhadap 13 tersangka korporasi .

Menurut pakar hukum pidana, Faisal Santiago, seharusnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penyidikannya kepada 13 tersangka korporasi yang diduga terlibat dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) jilid II tersebut.

Alasannya, resiko bisnis yang melibatkan korporasi sudah tidak ada unsur kerugian negara. Selain itu, mereka (diantara korporasi-red) juga telah memenuhi kewajiban administrasi yang diminta penyidik, sehingga perkaranya tidak perlu lagi dilanjutkan ke pengadilan.

“Kalau ada dari 13 tersangka korporasi yang tidak terbukti maka harus dihentikan. Tidak ada pemidanaan tanpa kesalahan,” kata Faisal saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (07/10/2020).

Meski demikian, pengamat hukum pidana bisnis dari Universitas Borobudur ini mengatakan bahwa perusahaan Jiwasraya yang merupakan BUMN harus bertanggung jawab karena telah merugikan keuangan negara sebagai perusahaan plat merah.

“Tetapi secara garis besarnya jiwasraya harus bertanggung jawab (dalam pengembalian kerugian negara) atas korupsi itu,” kata Faisal menandaskan.

Karena itu, lanjutnya, apabila ada beberapa perusahaan dari 13 korporasi yang tidak melanggar aturan, maka kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan untuk dilimpahkan ke penuntutan (Jaksa Penuntut Umum) maupun ke proses pengadilan (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi).

“Penyidik seharusnya obyektif, kalau memang tidak ada unsur kesengajaan dan kerugian negara sudah kembali, terus kenapa harus dilanjutkan. Itu kan persoalan bisnis.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI, Hari Setiyono menyatakan, penyitaan aset dari para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya ini telah melebihi jumlah kerugian negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperhitungkan jumlah kerugian negaranya mencapai Rp16,8 triliun.

“Tetapi kami sudah menyita Rp18,4 triliun aset para terdakwa yang sedang diadili. Itu semua ada di pengadilan (menjadi barang bukti-red), dan dirampas untuk dikembalikan kepada negara,” ujar Hari saat dikonfirmasi secara terpisah.

Seperti diketahui, saat ini tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejagung tengah menyelesaikan berkas perkara tersangka 13 korporasi dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) jilid II.

Direktur Penyidikan Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, berkas perkaranya sudah 80 prosen hampir tuntas. Dan selanjutnya akan segera dilimpahkan ke penuntutan untuk disidangkan ke pengadilan Tipikor.

“Berkasnya sudah 80 prosen siap, tinggal pemeriksaan ahli. Mudah-mudahan minggu depan kita sudah limpahkan ke penuntutan,” kata Febrie menanggapi perkembangan penyidikan kasus tersebut.

Menurutnya, para JPU nantinya tinggal fokus menghadapi persidangan perkara Jiwasraya yang sebagian sudah berlangsung di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Jaksa-jaksa kita akan konsentrasi di hasil persidangan Jiwasraya,” kata Febrie menambahkan.

Diungkapkan, penyidik Pidsus juga akan melakukan analisa atas fakta persidangan yang telah bergulir terhadap enam tersangka sebelumnya. Masing-masing, terdakwa Syahmirwan, Hendrisman, Hary Prasetyo, Heru Hidayat, Benny Tjokorsaputro dan terdakwa Joko Hartono Tirto.

Mereka didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara membeli sejumlah saham ke beberapa perusahaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum serta prinsip good corporate governance, di sisi lain saham-saham yang menjadi portofolio dalam Reksadana merupakan saham-saham yang listing di BEI dan masih ditransaksikan. Sehingga negara mengalami kerugian sebesar Rp16,8 triliun.

Adapun 13 korporasi yang menjadi tersangka dalam kasus ini adalah, PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).

Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).

Ketiga belas perusahaan tersebut dijerat dengan pasal primer Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.(wan).