IPNews. Jakarta. Korban Sandi Hakim melalui Kuasa hukumnya Anwar Sadad Tanjung dan rekan minta keadilan dengan melakukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
(PN Jaksel) Selasa (11/3/2025).
Dalam sidang perdana gugatan praperadilan itu ditunda lantaran para pihak tidak hadir tanpa alasan. Praperadilan itu selaku pihak termohon Polda Metro Jaya cq Direskrimsus sebagai dan cq Kejaksaan Tinggi Jakarta, Jaksa peneliti Suparjan.
Penundaan sidang praperadilan itu lantaran pihak kuasa hukum Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi Jakarta absen tanpa alasan.
“Panggilan sidang untuk para pihak Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta surat panggilannya sah,” ucap hakim tunggal I Dewa Made B.Watsara yang memimpin sidang prapid itu.
Dalam persidangan itu hakim tunggal hanya memvalidasi surat pendampingan kuasa hukum Pemohon Prapid Sandi Hakim yakni Anwar Sadad Tanjung dan rekan.
“Sidang ditunda Selasa 18 Maret 2025,” pungkas Hakim Sidang praperadilan tersebut dipimpin hakim tunggal I Dewa Made B.Watsara.
Dari pantauan media di PN Jaksel ruang sidang praperadilan sempat tiga kali pindah ruang sidang. Pertama di ruang sidang nomor 4, kemudian ruang sidang nomor 3 dan ruang sidang nomor 7.
Sementara itu seusai persidangan kuasa hukum Sandi Hakim, Anwar Sadad Tanjung menyampaikan bahwa gugatan prapid itu sangat penting diajukan untuk membuktikan apakah perkara dimaksud akan lanjutkan penyidikannya atau tidak.
“Perkara ini sangat penting diajukan praperadilan ke pengadilan untuk membuktikan apakah perkara dimaksud akan lanjutkan penyidikannya atau tidak,” ujar Anwat Sadad kepada media, Selasa (11/3/25).
Anwar melanjutkan bahwa pihaknya sangat mengapreasi kinerja bidang pengawasan Kejati Jakarta yang telah melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa Suparjan.
“Dan kami mengucapkan terima kasih atas pemeriksaan Jaksa Suparja oleh pihak pengawasan Kejati Jakarta,” tutup Anwar.
Perlu diketahui dugaan keberpihakan oknum petinggi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dalam penanganan perkara pidana menjadi perkara perdata, mulai terungkap ke publik.
Pasalnya sejak pelimpahan perkara pidana perlindungan konsumen oleh penyidik Polda Metro Jaya kepada pihak Kejati DKI Jakarta tahun 2021 hingga 2024 ini, namun tak ada perkembangan yang signifikan.
Alih-alih untuk menaikan perkara perlindungan konsumen ke tahap dua, akan tetapi oknum jaksa di Kejati DKI justru menerbitkan surat hasil penelitian berkas perkara pidana perlindungan konsumen menjadi perkara perdata.
“Maka bila kini setelah berjalan selama 4 tahun ternyata kesimpulan pihak Penuntut Umum Kejati DKI berpendapat akhir bahwa peristiwa kasus tersebut adalah Perdata, tentu sangat merugikan korban selaku pelapor,” ucapnya.
Untuk itu Sandi Hakim sebagai korban ketidakadilan oknum jaksa Kejati DKI, telah dilaporkan oknum jaksa ke Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
Sandi mengatakan, sebelumnya dari proses penyelidikan, penyidikan sampai ditetapkannya tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya tentu karena cukup bukti atas kasus tersebut adalah Pidana.
“Maka bila kini setelah berjalan selama 4 tahun ternyata kesimpulan pihak Penuntut Umum Kejati DKI berpendapat akhir bahwa peristiwa kasus tersebut adalah Perdata, tentu sangat merugikan korban selaku pelapor,” ujar dia.
Sandi meminta kepada Jamwas Kejagung untuk memeriksa jaksa Suparjan dari Kejati DKI Jakarta selaku jaksa peneliti dalam kasus tersebut karena diduga adanya gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang dengan sengaja memperlambat proses perkara itu.
“Kami menduga adanya ketidakprofesionalan Jaksa Suparjan dalam menangani perkara ini apalagi diduga adanya penggiringan dengan cara menghalang-halangi untuk tahap 2 dan berkas P21,” imbuhnya.
Berdasarkan surat laporan polisi nomor LP/2257/VI/YAN.2.5/2021/SKPT/PMJ pada 28 April 2021 tekait kasus apartemen di Pasar Baru, Jakarta Pusat. King Yuwono (KY) kemudian ditetapkan sebagai tersangka melanggar pasal 62 ayat (1) c jo pasal 18 ayat (1) huruf c dan d Undang_Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya setelah KY ditetapkan tersangka, berdasarkan petunjuk jaksa, penyidik melakukan pengembangan penyidikan lalu menetapkan Supriyana King Yuwono (SKY) tersangka baru, berdasarkan BP/39/III/RES.2.1./2023/ DITRESKRIMSUS pada 27 Maret 2023 lalu.
Korban juga meminta kepada Jamwas Kejagung untuk memeriksa jaksa Suparjan dari Kejati DKI Jakarta selaku jaksa peneliti dalam kasus tersebut karena diduga adanya gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang.
Sebab semua petunjuk yang diberikan jaksa Suparjan selalu dipenuhi penyidik, antara lain penyitaan barang bukti melalui ijin PN Jakarta Pusat, keterangan para ahli serta kelengkapan lainnya.
“Anehnya setelah semua dilengkapi penyidik, jaksa menyimpulkan perkara itu bukan pidana tapi perdata,” imbuhnya.
Menurutnya ada semacam penggiringan opini yang dilakukan jaksa kepada penyidik hingga tercapai kesimpulan perkara itu bukan pidana.
“Padahal, sejatinya jaksa itu mewaliki negara untuk kepentingan hukum masyarakat yang menjadi korban. Ini malah kami sudah korban, menjadi korban lagi,” ungkapnya. (Her)