Foto: Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna (kemeja putih depan) saat konferensi pers di Kejagung (21/7)

IPNews. Jakarta. Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan Delapan tersangka baru dalam perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan Entitas Anak Usaha.

Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-62/F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 25 Oktober 2024 jo. Nomor: 27a/F.2/Fd.2/03/2025 tanggal 23 Maret 2025. ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna dalam siaran pers Senin malam (21/7) di Kejagung Jakarta.

“Delapan orang Tersangka tersebut ditetapkan karena ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sritex. ungkap Anang Supriatna

Kedelapan tersangka itu adalah:

1.Tersangka AMS selaku Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006 s.d. 2023.
2.Tersangka BFW selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI tahun 2019 s.d. 2022.
3.Tersangka PS selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta periode 2015 s.d. 2021.
4.Tersangka YR selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 s/d Maret 2025.
5.Tersangka BR selaku Senior Executive Vice Presiden (SEVP) Bisnis PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Periode 2019 s/d 2023.
6.Tersangka SP selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2014 s.d. 2023.
7.Tersangka PJ selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Periode 2017 s/d 2020.
8.Tersangka SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Periode 2018 s/d 2020.

Adapun peran beberapa tersangka dalam kasus tersebut adalah :

Peran tersangka AMS selaku Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006 hingga 2023, sebagai penanggungjawab keuangan Perusahaan termasuk untuk urusan kredit ke pihak perbankan, menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI Jakarta, memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif, serta menggunakan uang pencairan kredit dari Bank DKI tidak sesuai dengan peruntukannya (modal kerja).

Melainkan menggunakan uang pencairan kredit tersebut untuk melunasi hutang MTN (medium term note).

Kemudian, tersangka BFW selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI Jakarta Tahun 2019 hingga 2022, selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.

Selaku Direksi Komite A2 (kewenangan Rp 75 miliar – Rp 150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban Medium Term Note PT. Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo, tidak Meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank, dan memutus pemberian Kredit PT. Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan walapun PT. Sritex tidak termasuk Kategori Debitur Prima.

Lalu, tersangka PS selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta Periode 2015 hingga 2021, selaku Pejabat Pemegang Kewenangan memulus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK, selaku Direksi Komite A2 (Kewenangan Rp75 miliar – Rp150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium Term Note PT Sritex pada BRI yang akan jauh tempo, tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank, dan memutus kredit PT Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.

Untuk tersangka YR selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 hingga Maret 2025 berperan sebagai komite kredit komite pemutus yang memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar rupiah.

Pemberian penambahan plafon tersebut dilakukan meskipun Ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK, menyampaikan bahwa PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar, dan pada saat itu MTN PT Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT Sritex membayar MTN yang jatuh tempo;

Selanjutnya, tersangka BR selaku Senior Executive Vice President (SEVP) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 hingga 2023, berperan sebagai Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition).

Dalam melakukan evaluasi permohonan kredit yang diajukan PT Sritex, BR tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, divisi bisnis dan divisi credit risk maupun pimpinan divisi korporasi dan komersial, namun BR hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial.

Sedangkan untuk pemberlakuan jaminan dengan clean basis atau tanpa jaminan fisik yang semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan yaitu PT Sritex telah go public selama 3 tahun dan laporan keuangan selalu baik, sedangkan tersangka mengetahui bahwa PT Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa Bank sesuai yang tertera dalam SLIK OJK;

Pada tersangka SP selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2014 hingga 2023, berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.

Dia tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerj fantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.

Selain itu, juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko, menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018. Melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut. Serta, tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.

Tersangka PJ selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2017 hingga 2020, berperan sebagai pelaku Pejabat Pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK, tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.

Selain itu, menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko, menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut, serta tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis Kredit.

Terakhir, tersangka SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2018 hingga 2020, tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional Bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.

Selain itu, kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan repayment capacity (kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati).

Ia juga menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data- data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.

Bahkan, tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya, dan menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing PT Sritex

Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten, PT Bank DKI Jakarta dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sritex telah mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1.088.650.808.028 yang saat ini sedang dalam proses penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ungkap Kapuspenkum Kejagung

Adapun pasal yang disangkakan terhadap delapan orang Tersangka yakni melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, untuk kepentingan penyidikan, delapan tersangka ini dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan yakni berinisial AMS, BR, PS, di Rutan Salemba cabang Kejari Selatan, BFW Rutan Salemba, dan SP, PJ, SD di Rutan Salemba cabang Kejagung, sedangkan YR tahanan Kota karena alasan kesehatan . (Wan)