IPNews. Jakarta. Penyidikan terhadap 13 korporasi dalam kasus skandal Jiwasraya yang terkesan dipaksakan. Apalagi aset sitaan dari hasil korupsi Jiwasraya sudah melampaui jumlah kerugian negara.

Diketahui berdasar audit Badan Pemerika Keuangan, jumlah kerugian negara dari skandal ini sebesar Rp16,8 triliun. Kemudian hasil sitaan aset tersangka Jiwasraya mencapai Rp18 triliun.

Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menganggap, kejaksaan terlalu memaksakan penyelidikan terhadap 13 tersangka korporasi.

“Saya berpendapat tersangka-tersangka di luar direksi Jiwasraya sangat dipaksakan,” kata Chairul saat dikonfirmasi, Selasa (13/10/2020).

Dia menjelaskan, para Manajer Investasi (MI) hanya memberikan jasa, lalu honor yang mereka terima sebagai kerugian keuangan negara. Sehingga, sangat tidak tepat jika mereka dijadikan tersangka.

Apalagi tidak semua tersangka korporasi berhubungan atau kenal atau terafiliasi dengan tersangka. Sementara reksadana Jiwasraya sendiri sudah disita. Selain itu MI juga sudah mengembalikan fee kepada negara.

Dia pun meminta kepada kejaksaan setelah, “membuktikan kesalahan Direksi Jiwasraya karena mereka yang mengelola dana yang ada di Jiwasraya. Lalu, kejaksaan harus dapat, mencari aktor intelektual diatas mereka, yang menggerakan, dan memanfaatkannya.

“Jadi jangan ditarik ke bawah, yaitu para MI yang sejatinya hanya penjual jasa untuk mentransaksikan dana jiwasraya yg diinvestasikan. Keputusan buat invest bukan dari para Mi tapi Jiwasraya sendiri,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI, Hari Setiyono menyatakan, penyitaan aset dari para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya ini telah melebihi jumlah kerugian negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperhitungkan jumlah kerugian negaranya mencapai Rp16,8 triliun.

“Tetapi kami sudah menyita Rp18,4 triliun aset para terdakwa yang sedang diadili. Itu semua ada di pengadilan (menjadi barang bukti-red), dan dirampas untuk dikembalikan kepada negara,” ujar Hari saat dikonfirmasi secara terpisah.

Adapun 13 korporasi yang menjadi tersangka dalam kasus ini adalah, PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM).

Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).

Ketiga belas perusahaan tersebut dijerat dengan pasal primer Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (wan)