IPNews. Jakarta. Persidangan perkara Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energy (IAE)/Isargas Group, mulai ada perkembanga. Rangkaian sidang pada awal Desember 2025, membuat kontek perkara ini semakin terang,
fakta-fakta yang kini semakin mengarah pada kesimpulan bahwa kerja sama PGN–IAE merupakan keputusan bisnis kolektif direksi, yang diambil melalui mekanisme korporasi dan dalam koridor regulasi bukan keputusan individu.

Hal itu dikatakan FX L. Michael Shah selaku penasehat hukum terdakwa Danny Praditya. di Jakarta. Minggu (7/12/2025)

Michael menjelaskan bahwa keterangan dua saksi dari IAE/Isargas, Sofwan dan Wahid Hasyim, menjadi elemen penting dalam mengurai duduk perkara. saksi menegaskan bahwa IAE memiliki pasokan gas, membangun infrastruktur dan siap mengalirkanya. Kedua saksi juga mengatakan kerjasama dengan PGN adalah murni transaksi jual beli gas, bukan transaksi fiktif.

Selnajutnya, pembayaran advance payment sebesar US$ 15 juta adalah bentuk deal business, untuk menjamin pasokan dan kesinambungan hubungan komersial, bukan skema pembiayaan terselubung.

Disisi regulasi, tim kuasa hukum menilai tidak ada ketentuan yang secara eksplisit melarang skema penjualan gas bertingkat sepanjang memenuhi kriteria Pasal 12 ayat (4) Permen ESDM No. 06/2016.

Hal itu diperkuat oleh surat Dirjen Migas bertanggal 8 September 2021, yang membuka ruang penyesuaian agar transaksi PGN–IAE dapat dilanjutkan juga sejalan dengan keterangan saksi BPH Migas, Alfansyah, yang menyatakan PGN termasuk dalam kategori pengecualian. ujarnya.

“Fakta regulasi menunjukkan tidak ada larangan tegas atas skema yang dijalankan. Justru terdapat ruang legal yang diakui negara,” tegas Michael.

Michael juga menyoroti sebagai penguatan keterangan saksi ahli KPK, Anas Puji Istanto, yang menyatakan bahwa keputusan strategis direksi BUMN, lahir melalui mekanisme kolektif dan rapat organ perseroan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Ahli BUMN sendiri menegaskan bahwa pertanggungjawaban keputusan strategis tidak otomatis dibebankan kepada satu orang, kecuali ada bukti tindakan personal.

Menurutnya, seluruh keputusan bisnis terkait kerja sama PGN–IAE diputuskan secara bulat oleh Direksi PGN tanpa dissenting opinion, sementara Danny Praditya menandatangani perjanjian dalam kapasitasnya sebagai Direktur Komersial untuk melaksanakan keputusan kolektif tersebut.

Kemudian Michael juga menerangkan saksi ahli perjanjian, Dr. Fully Handayani Ridwan SH, M.Kn, menjelaskan prinsip kebebasan berkontrak dengan syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata.

Bagi kami Tim kuasa hukum keterangan Anas dan Fully saling mengunci pesan yang sama perkara ini bertumpu pada mekanisme keputusan kolektif dan kontrak bisnis yang memiliki jaminan serta instrumen pemulihan, sehingga tidak tepat disederhanakan sebagai
keputusan personal yang otomatis dipidanakan. (Her)