Koordinator MAKI Boyamin Saiman SH

IPNews. Jakarta. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan WH selaku Pejabat pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur ke Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Jakarta Selatan, Rabu (9/2/22)

Pelaporan dilakukan atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dan/atau penyalahgunaan wewenang terkait pemberian Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) Tahun 2019 kepada PT BEP sebanyak 2.873.560 metric ton.

Padahal, PT BEP telah dinyatakan pailit, sehingga semestinya tidak boleh diberikan RKAB, berdasarkan ketentuan Pasal 119 huruf c Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang seharusnya WH merekomendasikan kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Timur untuk mencabut IUP OP PT. BEP karena telah dinyatakan pailit.

“Terlebih-lebih penyebab PT. BEP diputus pailit bukan lantaran terjadi krisis ekonomi atau keadaan kahar. Tetapi karena tindakan kriminal yang berulang kali dilakukan pemilik 98% saham PT. BEP bernama HBK, yang memakai sarana IUP OP yang diberikan negara untuk melakukan penipuan senilai Rp 1 Triliun dan pembobolan bank sebesar Rp 1,5 Triliun, ungkap Koordinator MAKI Boyamin Saiman usai menyerahkan laporan di Gedung Bundar Kejagung Rabu (9/2/22).

Setelah berhasil mendapatkan uang haram sebesar total Rp. 2,5 Triliun diduga HBK sengaja mempailitkan PT. BEP. Kini ia menjadi terpidana berstatus residivis dengan menjalani akumulasi hukuman 8 tahun. Ironisnya masih di sel tahanan Bareskrim Polri, yang seharusnya sudah dieksekusi di lembaga permasyarakatan” ujarnya.

Menurutnya, terhadap kasus pailit dengan penyebab seperti demikian itu, PT. BEP tidak layak mendapatkan perlindungan hukum dan kearifan. “WH selaku pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur wajib melaksanakan diskresinya dengan berpandangan going concern sebagai langkah yang merugikan negara.

Oleh karenanya, IUP OP PT. BEP harus dicabut, dengan memakai ketentuan pasal 119 huruf c UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, tanpa perlu harus melalui Renvoi Prosedur. Namun ternyata kewenangan itu tidak dipergunakan, ungkapnya.

Ditambahkanya,” tugas dan tanggung jawabnya sebagai Pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur, WH dipandang telah menyalahgunakan wewenang, tidak melakukan kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya dalam hal menyetujui pemberian RKAB Tahun 2019 kepada PT. BEP sebanyak 2.873.560 MT, yang diajukan BS, orang yang tidak berhak, ternyata berlawanan dengan ketentuan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 29 Juni 1989 Nomor: 813 K/Pid/1987, “unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” adalah sudah cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi dihubungkan dengan kebijakan WWH yang dengan kewenangan atau kesempatan atau sarana yang dimilikinya karena jabatan atau kedudukannya.

“Meskipun pemegang 98% sahamnya masih meringkuk dalam tahanan, namun PT. BEP berturut-turut tetap mendapatkan RKAB. Tahun 2020 sebanyak 525.607 MT, tahun 2021 sebanyak 2.949.629 MT. Pada tahun 2022 alih-alih mencabut IUP OP, Dirjen Minerba malah memberikan persetujuan RKAB kepada PT. BEP sebanyak 2.997.086 metric ton pada tahun 2022, jelasnya.

Alih-alih mencabut IUP OP, namun malah memberikan RKAB kepada PT BEP Lanjut Boyamin, Kementerian ESDM dan Pejabat pada Ditjen Minerba seperti menutup mata adanya fakta tindakan kriminal yang berulang kali dilakukan pemilik PT. BEP yang memakai sarana IUP OP yang diberikan negara untuk melakukan penipuan senilai Rp 1 Triliun dan pembobolan bank sebesar Rp 1,5 Triliun.

Menurutnya, pemberian RKAB sebanyak itu sama halnya dengan negara memberikan sarana dan kesempatan yang lebih luas kepada pemilik perusahaan untuk melanjutkan praktek kriminalnya.” Penyidik pada Jampidsus Kejagung harus mengusut adanya “udang dibalik batu” dibalik sikap murah hatinya pihak pejabat Minerba kepada PT. BEP.

Pailit PT. BEP diduga Bermuatan Pidana

Proses pailit PT. BEP terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu/dan atau penggelapan boedel pailt jo TPPU, sebagaimana pemeriksaan yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim, sesuai Surat Perintah Penyelidikan No: Sp.Lidik/268/IX/RES.2.6/2021/Dirreskrimsus, tanggal 27 September 2021, dan Bareskrim Polri.

Modus operandi penggelapan boedel pailit yang dilakukan kelompok ER dan P, dengan cara menjual batubara dari konsesi PT. BEP namun memakai dokumen IUP OP perusahaan yang berbeda. Dalam penjualan batubara yang bersumber dari konsesi PT. BEP ternyata memakai dokumen iup op PT. KBB, Cv. AA, Cv ABI dan PT. SBJ.

Fakta ini memiliki implikasi yuridis status batubara yang dijual PT. BEP menjadi illegal, sehingga terhadap para terduga pelaku yang memperdagangankannya dapat dijerat hukum pidana. Penyidik Subdit Fismondev Polda Kaltim telah memiliki alat bukti berdasarkan keterangan saksi dari PT. SBJ.

Terdapat fakta uang hasil penjualan batubara PT. BEP dimasukan ke dalam rekening PT. BEP (dalam pailit) nomor: 04137128700 di Bank Permata Syariah Jakarta. Lalu dialihkan e rekening nomor: 1480099228887 di Bank Mandiri Tbk atas nama PT. PAP, sebuah perusahaan berdasarkan Akta No. 38 yang diterbitkan oleh Notaris NNS, SH, 85%, sahamnya dikuasai P.

Kemudian dialihkan ke rekening atas nama ER. Dan dialihkan pula ke rekening PT. SBS. Tercatat perusahaann PT.SGE ikut mensupport pembelian batubara illegal dengan sumber dana yang dimasukan dari Hongkong. Semua pengalihan dana tersebut tidak pernah dilaporkan oleh Kurator kepada Hakim Pengawas. Fakta ini membuktikan adanya dugaan pidana penggelapan Bodel Pailit PT. BEP dan TPPU yang dilakukan oleh ER, P dan kawan-kawan.

PT. BEP berhasil mendapatkan RKAB total sejak tahun 2019 hingga 2022 dengan jumlah total sebanyak 9.345.882 metric ton. Bila diasumsikan rata-rata per metric ton diperoleh margin minimal Rp. 200.000,- maka nilai TPPU yang diduga dilakukan oleh ER, P dan kawan-kawan adalah sebesar Rp 1.869.176.400.000,-

Telah terang benderang ER, P dan kawan-kawan dikualifisir dugaan melakukan perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari predicate offence (tindak pidana asal) agar tidak diketahui asal usulnya untuk selanjutnya dapat digunakan, merubah performance atau asal usul hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan tindak pidana asalnya.

Berdasarkan serangkaian petunjuk yang saling berkesesuaian terdapat dugaan pidana pemberian sumpah palsu dan atau keterangan palsu dalam persidangan pailit PT. BEP. Dugaan Praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru dugaan kejahatan penggelapan asset, yang dapat merusak iklim investasi di Indonesia.

Ujung dugaan praktek mafia pailit bermuara pada terjadinya tindakan pidana pencucian uang yang merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih (white collar crime), yang lazim dilakukan criminal organization, tukasnya. (Wan).