IPNews. Jakarta. Tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali lagi melakukan penahanan terhadap tersangka kasus korupsi dalam penyimpangan pengalihan ijin usahan pertambangan (IUP) Batubara di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Kali ini tersangka MTM,
mantan Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) periode 2010 – 2011.

“Tersangka MTM ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk waktu 20 hari ke depan terhitung 09 Juni 2021 sampai dengan 28 Juni 2021,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak SH MH, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (09/06/2021).

Kapuspenkum Kejagung yang kerap disapa Leo itu mengatakan, tersangka MTM telah bersepakat dengan tersangka BM selaku Direktur Utama PT ICR tahun 2008 s/d 2014 dalam menentukan harga akuisisi sebesar Rp 92,5 miliar, walaupun belum dilakukan due dilligence.

Lalu tersangka MTM bersama dengan tersangka MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009 s/d sekarang, bekerja sama untuk mensiasati seolah-olah menanam saham Rp 1,2 miliar di PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) supaya perusahaan ini dapat digunakan sebagai perusahaan perantara peralihan ijin usaha pertambangan (IUP) dari PT. Tamarona Mas Internasional (TMI).

Untuk itu tersangka MTM menerima pembayaran sebesar Rp 56,5 miliar dari hasil akuisisi PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT Indonesia Coal Resources (ICR).

“Tersangka MTM dan tersangka MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009 s/d sekarang, menjamin keaslian dokumen-dokumen perijinan, padahal dokumen banyak yang tidak lengkap dan hanya fotocopy saja,”kata Leo.

Dia menyebutkan, tersangka MTM melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Selain itu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (­1) ke -1 KUHP,”jelasnya.(wan).