IPNews. Jakarta. Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Pelaksana II LPEI periode bulan Mei 2013 sampai dengan Juli 2016 sebagai saksi.
“Pemeriksaan itu untuk melengkapi
pemberkasan perkara 7 tersangka kasus dugaan korupsi Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019,
Ketujuh berkas para tersangka yakni, Tersangka PSNM, Tersangka DSD, Tersangka AS, Tersangka FS, Tersangka JAS, Tersangka JD, dan Tersangka S.
“IS selaku Direktur Pelaksana II LPEI periode bulan Mei 2013 s/d Juli 2016, diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Senin (28/03)
Ketut membeberkan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019.
Seperti diketahui dalam kasus ini, penyidik Kejagung telah menetapkan beberapa orang pejabat LPEI sebagai tersangka. Mereka antara lain, IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI tahun 2016-2018, NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI tahun 2017-2018, dan EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) tahun 2019-2020.
Kemudian, CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta, AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016-2018, ML selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan RAR selaku pegawai Manager Risiko PT BUS Indonesia.
Kasus tersebut berawal saat LPEI memberikan pembiayaan sebesar Rp4,7 triliun. Pembiayaan tersebut diberikan kepada 27 perusahaan dari delapan grup. Namun sambungnya, proses pemberian pembiayaan tersebut ternyata tidak sesuai dengan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) dan tidak sesuai dengan Aturan Kebijakan Perkreditan LPEI sehingga berdampak pada meningkatnya Kredit Macet pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen dan berdasarkan Laporan Keuangan LPEI per 31 Desember 2019 LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4.700.000.000.000.
Berdasarkan laporan Sistem Informasi Manajemen Resiko Pembiayaan LPEI sekarang dalam posisi Kolektibilitas 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019 yaitu, Group Walet terdiri dari 3 perusahaan dan Group Johan Darsono, terdiri dari 12 perusahaan. Terhadap perbuatan melawan hukum tersebut, dari perhitungan sementara penyidik mengakibatkan kerugian keuangan negara (Group Walet dan Group Johan Darsono) kurang lebih sebesar Rp 2.000.000.000.000,-
“kita masih menunggu penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan,”pungkasnya. (Wan)