IPNews. Jakarta. Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), sudah menyerahkan tersangka dan barang bukti tahap II, M. Khayam kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

M. Khayam adalah mantan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) pada Kementerian Perindustrian (Kemenprin) yang ikut terlibat dugaan korupsi impor garam industri tahun 2016-2022, bersama 5 terpidana lainnya yang sudah dijatuhi hukuman lebih dulu yakni, FJ, YA, FTT, ST dan YN.

“Sebelumnya, berkas perkara tersangka M. Khayam telah dinyatakan lengkap pada 9 Oktober 2023, berdasarkan hasil penyidikan berupa pemeriksaan sebanyak 204 saksi, penggeledahan dan penyitaan,” terang Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, Jumat (13/10/2023).

Dikatakan Ketut, dalam rangka memenuhi kebutuhan garam industri di dalam negeri, Kemenprin menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri berdasarkan surat pengajuan Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPG) dan laporan verifikasi lembaga terkait.

Lanut Ketut, Kemenprin memberikan rekomendasi kepada perusahaan swasta atau importer. Importasi garam untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan industri tidak dikenakan bea masuk. Sedangkan yang dikenakan bea masuk hanya impor garam konsumsi.

Selanjutnya, kata Ketut, salah satu perusahaan swasta atau importir yaitu PT. SLM mengajukan rencana kebutuhan garam industri yakni, pengajuan 2018 untuk 2019 sebanyak 237,325 ton, pengajuan 2019 tahun 2020 sebanyak 231,745 ton, pengajuan 2020 untuk 2021 sebanyak 120,979 ton dan pengajuan 2021 untuk 2022 sebanyak 116,906 ton.

Kemudian, hasil verifikasi Sucofindo terhadap rencana kebutuhan PT. SLM diupload ke dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) untuk dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal IKFT pada Kemenprin sesuai Pasal 20 ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018.

Namun, tersangka M. Khayam tidak melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil verifikasi tersebut. Kemudian, PT. SLM melakukan penyuapan melalui AIPGI kepada pihak tersangka M. Khayam untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam PT. SLM.

PT. SLM tidak sepenuhnya mendistribusikan garam impor sesuai dengan rencana kebutuhan awal, justru garam tersebut dijual sebagai garam konsumsi dan juga mengalihkan kepada industri yang seharusnya menggunakan garam lokal. Hal itu menyebabkan banyak garam lokal tidak terserap.

“Akibat perbuatan tersebut, menyebabkan kerugian Negara Rp7,6 miliar lebih. Tindakkan tersebut juga merugikan perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp89,63 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun,” jelasnya.

Masih kata Ketut, terkait kerugian negara tersebut sesuai dengan Laporan Analisis Perekonomian Negara yang dilakukan Rimawan Pradiptyo, Muhammad Ryan Sanjaya (Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada).

Latif Sahubawa (Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) dan Tri Raharjo (Badan Pusat Statistik) pada tanggal 23 Februari 2023.

Perbuatan para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Wan)

Bagikan :