IPNews. Jakarta. Penegakan hukum di Indonea juga dipersiapkan lebih adaptif dengan menjadikan hukum sebagai instrumen kesejahteraan.
“Proses hukum harus memperhatikan input, output, dan outcome (dampak).”

Hal tersebut disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Prof Dr Asep Nana Mulyana SH., M.Hum, dalam Kuliah Umumnya (Studium Generale) di hadapan dosen dan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas), Kamis (20/11/2025),bertempat di Baruga Baharuddin Lopa, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), terkait akan berlakunya KUHP Baru pada 2026 mendatang.

Prof Dr Asep juga menjelaskan, bahwa, “Penegakan Hukum di Indonesia mengalami pergeseran yang sangat fundamental. Salah satunya adalah pergeseran dari penegakan hukum retributif ke utilitas.

Hukum tidak boleh lagi semata-mata didasarkan pada filosofi Retributif berupa balas dendam, penderitaan, dan aspek kuantitas/hukuman penjara, melainkan harus mengadopsi filosofi utilitas yang mengutamakan kepastian, keadilan, kemanfaatan, kesejahteraan, dan kedamaian masyarakat, serta berorientasi pada aspek kualitas (outcome).

Dalam fungsi hukum juga ditujukan untuk social order dan social welfare, yang berarti hukum harus menjadi instrumen untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Pada bagian yang lain, JAampidum Kejagung juga secara khusus memperkenalkan konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA).

DPA merupakan perjanjian yang memungkinkan pelaku kejahatan ekonomi untuk mengakui kesalahan (Plea Guilty), berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, mengikuti syarat yang ditentukan, serta mengembalikan hasil kejahatan dan membayar denda (Monetary and Non Monetary Sanctions).

Selain itu, Jampidum juga menekankan pentingnya Responsif Regulation (RR). Menitikberatkan pada perbaikan pelaku tanpa harus melalui penuntutan dan penghukuman sepanjang track record pelaku mendukung, konsep ini mengajarkan bahwa tidak semua pelanggaran harus diproses ke pengadilan.

Prinsip Cost dan Benefit harus menjadi pertimbangan, di mana implikasi positif harus diraih terhadap tujuan sosial.

“Kejaksaan saat ini berkomitmen untuk menjaga keharmonisan para pihak terkait dalam proses hukum,” ujar Prof Dr Asep N Mulyana menutup paparan kuliah umumnya.

Hadir pada kesempatan itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas), Prof Hamzah Halim, dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan (Sulsel), Dr Didik Farkhan Alisyahdi SH MH. (Wan)