IPNews. Jakarta. Jaksa Agung RI Prof. Dr ST Burhanuddin akan menindak tegas, apabila ada pegawai Kejaksaan yang menyalahgunakan Kebijakan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) ini, untuk kepentingan atau keuntungan pribadi.

“Yang mau coba-coba menguji ketegasan saya silahkan. “Saya minta selain Bidang Tindak Pidana Umum yang melakukan monitoring dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keadilan Restoratif. Bidang Pengawasan juga mengambil peran aktif dalam memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Demikian diutarakan Jaksa Agung RI Prof. Dr Burhanuddin saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Pengawasan Kejaksaan RI Tahun 2021 secara virtual dari ruang kerjanya di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/10/21).

Jaksa Agung RI menyampaikan,” jangan pernah main-main dengan integritas. Saya harapkan Kejaksaan yang kita cintai ini diisi dengan orang-orang yang berintegritas.

Perlu mengingatkan, atas arahan Presiden Republik Indonesia pada pembukaan Rapat Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020 lalu. Presiden telah menyampaikan jika Kejaksaan adalah wajah penegakan hukum Indonesia di mata masyarakat dan internasional.

Setiap tingkah laku dan sepak terjang setiap personil di Kejaksaan dalam penegakan hukum akan menjadi tolak ukur wajah negara dalam mewujudkan supremasi hukum di mata dunia.

Kepercayaan yang diberikan Presiden, harus kita pertahankan dan jawab dengan integritas. Oleh karena itu, penguatan terhadap pengawasan dan penegakan disiplin internal dalam tubuh Kejaksaan adalah hal yang tidak dapat ditawar lagi,” ujar Dr Burhanuddin.

Salah satu kebijakan institusi yang rawan disalahgunakan adalah pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Tolong jaga dan terapkan Keadilan Restoratif ini secara sungguh-sungguh sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif merupakan terobosan hukum Kejaksaan yang diakui dan banyak diapresiasi masyarakat.

Penerapan Keadilan restoratif ini adalah bukti kepekaan insan Adhyaksa yang terus berupaya menghadirkan keadilan bagi masyarakat, khususnya para pencari keadilan dari masyarakat kecil. Oleh karena itu, jangan ciderai dan khianati kebijakan itu.” Jangan coba-coba mengambil keuntungan finansial dari kebijakan keadilan restoratif. Tegas Jaksa Agung.

Prof. Dr Burhanuddin meminta kepada seluruh insan Adhyaksa menjaga sikap dan perilaku. Hindari tingkah laku yang arogan. Jabatan adalah sarana terbaik untuk dapat berbuat lebih banyak dalam menabur kebajikan, bukan justru sebagai sarana untuk menjadi angkuh dan sombong di masyarakat.

Biasakanlah berkomunikasi dengan baik yang mengedepankan etika. Hargai dan layani masyarakat dengan sopan santun. Kita adalah abdi negara, abdi masyarakat.

Saya yakin pelaksanaan tugas yang penuh etika dan sopan santun, justru akan membuat masyarakat segan dan menghargai kita. Dan selalu ingat, di atas ilmu ada adab yang harus kalian perhatikan. ungkapnya.

“Selain daripada itu, untuk bijaksana dalam penggunaan media sosial, sebagai salah satu sarana berkomunikasi.

Perhatikan dan laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab petunjuknyaqq dalam Surat Nomor: R-41/A/SUJA/09/2021. Seluruh pegawai wajib memperhatikan etika, adab, dan sopan santun dalam menggunakan media sosial.

Cermati dan pahami setiap unggahan di media sosial tidak mengandung hal-hal yang bersifat SARA, radikalisme, kebohongan, berita palsu, menyerang pribadi orang lain, atau bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah. Tolong, hindari memamerkan kemewahan atau hedonisme dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di medsos.

Dalam setiap proses kegiatan institusi yang dilakukan secara berkelanjutan, diperlukan suatu perencanaan strategis dalam Sistem Pengendalian Pemerintah (SPIP) guna mendukung pencapaian tujuan organisasi.

Kegiatan penjaminan mutu hasil penilaian maturitas SPIP pada Kejaksaan bertujuan memberikan penilaian independen dan obyektif tentang tingkat maturitas atau kematangan penyelenggaraan satuan kerja berdasarkan penilaian mandiri.

Bidang Pengawasan harus mampu memastikan SPIP Kejaksaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Hal ini menjadi penting karena keberhasilan SPIP dapat menjadi sarana dalam mengawal Program Reformasi Birokrasi dalam Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) sesuai Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, maupun Penerapan Manajemen Risiko sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 6 Tahun 2020, serta menurunkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK).

Bidang Pengawasan juga berperan dalam memonitor tingkat kepatuhan penyampaian e-LHKPN pegawai Kejaksaan. Berdasarkan data Tahun 2020, masih terdapat 11,44% (sebelas koma empat puluh empat persen) pegawai Kejaksaan yang belum melaporkan e-LHKPN. Saya minta Bidang Pengawasan dapat lebih mendorong setiap pegawai untuk melaporkan e-LHKPN secara tertib.

Di samping itu, dalam melakukan pengendalian dan pemantauan kinerja seluruh satuan kerja, Bidang Pengawasan agar menjalin hubungan yang harmonis dan sinergis dengan para mitra kerja Kejaksaan antara lain Komisi Kejaksaan, BPK, BPKP, BKN, dan KPK.

Fungsi pengawasan memegang peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan kualitas Good Governance and Clean Government (tata kelola pemerintah yang baik, bersih, dan berwibawa) di Kejaksaan.

Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal tersebut sangatlah relevan Rakernis Bidang Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2021 ini mengangkat tema “Kerja Keras Untuk Kejaksaan Hebat”, karena penyelesaian tunggakan dan program-program Kejaksaan hanya bisa dilaksanakan melalui kerja keras jajaran Bidang Pengawasan.

Penegakan disiplin ke dalam internal Kejaksaan dan pelayanan prima dalam memberikan kecepatan respon atas aduan masyarakat akan berdampak meningkatnya public trust. Dengan adanya public trust masyarakat, Kejaksaan hebat dapat kita wujudkan.

Jaksa Agung RI menjelaskan, pengawasan merupakan elemen vital sebagai early warning system (sistem peringatan atau deteksi dini untuk melihat potensi pelanggaran).

Secara garis besar terdapat 3 (tiga) unsur yang terkandung dari fungsi pengawasan yaitu: Menjaga, sebagai unsur pencegahan. Membina, sebagai unsur perbaikan, dan Menghukum, sebagai unsur penjeraan.

Unsur 3M tersebut harus menjadi landasan atau suatu asas bagaimana pengawasan bekerja. Cegah dahulu sebelum terjadinya perbuatan indisipliner agar institusi tetap terjaga marwahnya.

Bina apabila pegawai yang melanggar masih dapat diperbaiki perilakunya. Dan hukum bagi mereka yang tidak dapat dibina dan secara nyata mencoreng nama baik institusi agar menciptakan efek jera serta menjadi pembelajaran bagi pegawai yang lain.

Dr Burhanuddin berharap, Bidang Pengawasan harus mampu mendudukan instrumen penjatuhan hukuman sebagai instrumen pembinaan dan pencegahan.

Oleh karena itu, berat ringannya hukuman harus didasarkan pada tujuan membina pegawai itu sendiri, artinya harus mampu memberi ruang bagi pegawai untuk memperbaiki diri, kecuali dalam hal pelanggaran disiplin yang berat. Sanksi tegas dan terukur harus bisa diterapkan secara objektif dan transparan.

“Dalam kesempatan ini, Prof Dr Burhanuddin, mengingatkan Bidang Pengawasan harus dapat memastikan telah dilakukannya pengawasan melekat pada masing-masing bidang, supaya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dapat berjalan sebagaimana rencana dan program kerja yang telah dibuat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan Standar Operasional Prosedur (SOP), serta petunjuk pimpinan,” ujar Jaksa Agung RI Prof. Dr Burhanuddin.

Pada bulan lalu saya telah mengeluarkan petunjuk melalui Surat Nomor: R-95/A /SUJA/09/2021 yang memerintahkan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi untuk meneguhkan kembali komitmen integritas, yang salah satu poin pentingya adalah untuk melakukan pengawasan melekat kepada seluruh jajarannya.

Apabila ada bawahannya yang melakukan pelanggaran, maka saya akan lakukan evaluasi atasannya hingga 2 (dua) tingkat ke atas sebagai bentuk pertanggungjawaban atasan atas kegagalannya membina anak buah.

“Terhadap atasannya tersebut,”
Apakah tidak menjalankan fungsi pengawasan secara benar?

Apakah telah terjadi pembiaran bawahan melakukan pelanggaran? atau justru justru ikut berperan dalam pelanggaran tersebut?.

Saya Sampaikan, melalui Rakernis Bidang Pengawasan para peserta untuk dapat, melakukan evaluasi atas berbagai hal yang telah dialami sebagai bahan introspeksi, untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki dalam upaya membangun kembali kesamaan pemahaman dan tindakan atas beberapa masalah, kendala, dan hambatan yang dihadapi.

Memformulasikan solusi, strategi, dan terobosan yang dapat diaplikasikan guna meningkatkan kinerja Bidang Pengawasan;
Melaksanakan evaluasi hasil rekomendasi Rapat Kerja Kejaksaan dan Rapat Kerja Teknis Bidang Pengawasan Tahun 2020 yang sudah maupun belum dilaksanakan; dan
Menanamkan etos kerja keras dan sikap integritas untuk Kejaksaan hebat, tandasnya.

Acara Rakernis Pengawasan ini berlangsung selama dua hari dari Selasa tanggal 05 sampai dengan Rabu, 06 Oktober 2021.

Hadir secara virtual yaitu, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Dr. Barita Simanjuntak, Wakil Jaksa Agung RI, Setia Untung Arimuladi,SH. M.Hum.,Para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Staf Ahli Jaksa Agung RI, Pejabat Eselon II dan Eselon III pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia beserta Asisten Pengawasan dan jajaran, dan Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri se-Indonesia dari ruang kerja atau dari kantor masing-masing. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes). (wan).