IPNews. Jakarta. Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin SH.MH, kembali memperoleh penghargaan atas prestasi kinerja dalam penegakan hukum.

Kali ini berhasil meraih penghargaan dari Liputan 6 com. sebagai “Tokoh Inspiratif Penegakan Hukum Humanis Untuk Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/7/2023),

Menurut Ketut Sumedana, Liputan6.com memberikan penghargaan kepada berbagai tokoh inspiratif mulai dari tokoh pertanian, tenaga kerja, tokoh hukum, dan lainnya.

“Penghargaan ini sesuai dengan tema yang diangkat yakni “Akses Hukum dan Ekonomi Bagi Perempuan dan Anak Indonesia, ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam setiap tindak pidana apapun, baik itu tindak pidana umum, tindak pidana khusus, dan tindak pidana lainnya, sebagian pihak yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak, terlebih perkara terkait dengan kejahatan seksual yang sulit mengungkap dari sisi alat bukti, termasuk dalam hal ini perkara yang melibatkan orang terdekat seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Hal tersebut, kata Ketut Sumedana harus menjadi perhatian serius oleh Kejaksaan RI, dan karenanya dikeluarkan Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana.

Tujuan penerbitan pedoman ini untuk optimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai pelaku, korban, dan saksi dalam proses penanganan perkara pidana, di berbagai proses tahapan mulai dari penyelidikan sampai proses eksekusi.

Jaksa sebagai posisi sentral penegakan hukum harus memiliki kepekaan nurani, sebab banyak kejadian menjadi viral ketika kita tidak bisa menjelaskan secara jelas tentang hak-hak perempuan dan anak menjadi korban tindak pidana, seperti kasus revenge porn di Pandeglang, tuntutan rendah pemerkosaan di Langkat, hingga yang paling viral yaitu kasus Herry Wirawan yang memperkosa 13 santri sampai melahirkan.

Semua hal tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi Jaksa di daerah yang menangani perkara tersebut, dimana tidak saja menggunakan hati nurani tetapi memiliki kepekaan sosial, psikologis, dan sensitivitas terhadap korban.

Adapun disamping itu, Kejaksaan RI juga telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tetang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam peraturan tersebut, penyelesaian perkara mengacu pada pendekatan sosial dengan mengakomodir kepentingan korban dalam penyelesaian perkara.

“Semoga penghargaan ini dapat menginspirasi dan menjadikan penegakan hukum lebih baik dan menghormati hak-hak perempuan serta anak,” tukasnya. (Wan)