IPNews. Jakarta. Jaksa Agung RI Prof. Dr Burhanuddin mendapat penghargaan dari Duta Besar Italia dan Dubes Kerajaan Belanda untuk Indonesia, Karena keberhasilan Kejaksaan, dalam pengembalian aset berupa uang milik perusahaan kedua negara tersebut, terkait tindak pidana siber keuangan lintas negara bermodus TPPU.
Bertempat di lantai 10 Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Senin, (15/11/21). Jaksa Agung Burhanuddin didampingi Jaksa Agung Muda Pembinaan Dr. Bambang Sugeng Rukmono, S.H. M.H., JAMPidum Dr. Fadil Zumhana, JAMPidsus Dr. Ali Mukartono, Kajati Banten Dr. Reda Manthovani, S.H. LL.M, Kepala Pusat Pemulihan Aset Elan Suherlan, S.H. M.H., Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Asep Maryono, S.H., Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi, Asisten Khusus Jaksa Agung Hendro, dan Kabag Tu Pimpinan Hapsari Dewi,dan Kajari Kota Serang Freddy Simanjuntak.
Sementara dari Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Yang Mulia Lambert Grijns, didampingi Atase Kepolisian Belanda pada Kedutaan Besar Belanda di Jakarta Gerard van Heerwaarde Dan dari Duta Besar Italia untuk Indonesia Yang Mulia Benedetto Latteri, didampingi Sekretaris I pada Kedutaan Besar Italia di Jakarta Giovanni Brignone.
Acara diawali dengan penyerahan simbolis berupa bukti setoran melalui Bank Mandiri Cabang Kota Serang dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana kepada Duta Besar Italia untuk Indonesia sebesar Rp. 56.655.890.508. Dilanjutkan penyerahan kepada Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia senilai Rp 27.922.726.057.-
Dubes Italia untuk Indonesia Yang Mulia Benedetto Latteri dalam sambutanya menyampaikan, “Kedutaan Besar Italia mengapresiasi keberhasilan Kejaksaan RI dan Kepolisian dalam menyelesaikan kasus fraud atau penipuan dengan menggunakan business email compromise yang merugikan salah satu perusahaan di Italia yaitu Althea Group.
Keberhasilan itu tidak hanya sebatas menghukum pelakunya saja tetapi juga telah berhasil memulihkan uang hasil kejahatan kepada pemilik yang tepat yaitu Althea Group. ungkap Yang Mulia Benedetto Latteri.
Yang Mulia menjelaskan dalam perkara ini ,Kedutaan Besar Italia sudah terlibat sejak tahap Kepolisian sampai tahap eksekusi dengan Kejaksaan.
Dalam pengembalian aset Althea Group terdapat tantangan dan hambatan karena terdapat pihak ketiga yang mengaku sebagi pemilik yang sah atas uang tersebut. Namun masalah tersebut dapat diatasi atas kerjasama yang terjalin antara Kedutaan Besar Italia dengan Indonesia.
“Kerjasama yang terjalin adalah kerjasama informal dan memberikan dampak yang sangat baik terhadap pemulihan aset korban. Pemerintah Italia berharap dapat terus bekerjasama dengan Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pegawai melalui training, memberikan pelatihan dan best practice, atau mengunjungi Italia yang dapat dilaksanakan secara bilateral maupun melalui Asean, dimana Italia adalah partnernya sejak September 2020.
Kedepannya Italia berharap dapat menyusun perjanjian dalam hal MLA, mengirimkan pelaku kejahatan, dan ekstradisi. Kedutaan Italia berharap kerjasama ini segera dimulai melalui proses negosiasi. Imbuhnya.
Sementara dalam sambutanya, Dubes Kerajaan Belanda untuk Indonesia Yang Mulia Lambert Grijns, menyampaikan,” Kedutaan Besar Kerajaan Belanda sangat berterima kasih kepada Kejaksaan Agung RI, Kepala PPA, dan Kajari Serang karena telah dapat mengembalikan kerugian korban dalam hal ini PT Medhipos sebesar US$ 1.9 million. PT Medhipos merupakan importer obat dan alat medis untuk menanggulangi Covid-19 di Belanda.
Namun PT Medhipos terkena kasus fraud atau penipuan dengan menggunakan business email comprimess dan mentrasferkan sejumlah uang ke rekening semua CV di Indonesia. ungkapnya
Belanda berharap dapat terus bekerjasama dengan Indonesia khususnya Kejaksaan untuk berpartisipasi pada Indonesian Netherland Rule of Law Update yang akan diselenggarakan tahun depan oleh Kedutaan Belanda.
“Kejaksaan juga turut berpartipasi dengan Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation sebagai wadah untuk meningkatkan kapasitas instansi seperti kejaksaan, kepolisian, di seluruh wilayah Asia dan Oceania. tukas Yang Mulia Lambert Grijns.
Pada kesempatan sama, Jaksa Agung RI Burhanuddin,” menyampaikan,” atas nama pribadi maupun Pimpinan Kejaksaan, memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak penyelenggara, yang telah bekerja keras dalam menyelenggarakan kegiatan ini di tengah pandemi Covid-19. Terima kasih, ucap Jaksa Agung.
Khususnya kepada Kejaksaan Tinggi Banten dan Kejari Serang, serta Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung yang telah bekerja keras dan berhasil menyelesaikan perkara ini sampai pada tahap eksekusi. kata Jaksa Agung.
“Prosesi pengembalian barang bukti ini merupakan bagian tugas Kejaksaan sebagai satu-satunya instansi pelaksanaan putusan pidana.” Kewenangan Kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau Inkracht, ada yang lebih kita kenal dengan sebutan eksekusi.
Dr Burhanuddin menjelaskan,” penegakan hukum pidana pada hakekatnya tidak hanya bertujuan menghukum pelaku kejahatan agar menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya, tetapi juga bertujuan memulihkan kerugian yang diderita oleh korban secara finansial akibat dari perbuatan pelaku tersebut.
Pemulihan kerugian yang diderita oleh korban akibat suatu perbuatan pidana, merupakan wewenang dominus litis Kejaksaan yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan pemulihan aset dalam kerangka eksekusi.
Jaksa Agung juga menuturkan,”kegiatan ini dilakukan merupakan bentuk simbolis dari pelaksanaan eksekusi amar Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor : 46/Pid.Sus/2021/PN.Srg tanggal 5 Mei 2021 atas nama Terdakwa Safril Batubara alias Ucok, Rahudin alias Jamaludin, dan kawan-kawan, dalam amar putusannya menetapkan barang bukti uang sejumlah lebih dari Rp 56,6 miliar dikembalikan kepada Althea Italia S.P.A.,sebuah perusahaan di Italia.
Kemudian eksekusi terhadap pelaksanaan amar Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor: 240/Pid.Sus/2021/PN.Srg tanggal 19 Agustus 2021 atas nama Terdakwa Be’elen Ahdhiwijaya alias Dani dan kawan-kawan, dalam amar putusannya menetapkan barang bukti uang sejumlah lebih dari Rp 27,9 miliar dikembalikan kepada Mediphos Medical Supplies B.V., sebuah perusahaan di Belanda.
“Kedua perusahaan ini adalah korban dari para pelaku tindak pidana siber keuangan lintas negara dengan modus tindak pidana pencucian uang. ” Atas perbuatan para pelaku itu, telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. ungkapnya
Dia juga menjelaskan,” modus kejahatan yang para pelaku gunakan adalah dengan melakukan pembajakan email korespondensi dalam pembelian peralatan medis alat tes Covid-19 dan ventilator dari Cina dan Korea.
Kedua perusahaan tersebut kemudian melakukan pembayaran sejumlah uang yang masuk ke rekening penampung para pelaku di Indonesia yang mengakibatkan kerugian finansial bagi para korban. Dengan telah
diputusnya perkara tersebut, maka dalam rangka eksekusi pengembalian barang bukti uang kepada para korban dilakukan pemindah bukuan dari rekening penampung Kejaksaan Negeri Serang ke rekening masing-masing perusahaan setelah dilakukan verifikasi.
Puncaknya pada tanggal 21 Oktober 2021 kemarin, Kejaksaan Negeri Serang telah melakukan pengembalian barang bukti kepada masing-masing perusahaan.
“Bahwa kegiatan pengembalian barang bukti secara simbolis sebagaimana dimaksud, telah menunjukan setidaknya 5 (lima) hal antara lain :
Pertama. Kejaksaan dapat mengimplementasikan rezim anti pencucian uang dengan baik, mulai dari deteksi dini pada sistem perbankan dan kerja sama penegakan hukum dari unit intelijen, penyidik, penuntut umum, sampai dengan pengembaliannya kepada korban.
Kedua, Kejaksaan turut melaksanakan pemberantasan kejahatan transnasional terorganisir yang sedang marak di masa penanganan pandemi Covid-19 di seluruh belahan dunia.
Ketiga, dengan adanya perampasan barang bukti, telah memberikan pesan yang kuat kepada pelaku kejahatan, bahwa sesungguhnya melakukan tindak pidana merupakan perbuatan yang tidak memberikan keuntungan (crime does not pay), melainkan justru merugikan karena adanya perampasan aset atau barang bukti.
Keempat, pola pendekatan penegak hukum tidak lagi hanya berupaya untuk mengejar dan menghukum pelaku secara konvensional dengan cara menerapkan pidana penjara melalui pendekatan follow the suspect semata, melainkan juga senantiasa diarahkan pada pendekatan follow the money dan follow the asset, melalui penelusuran aliran dana ataupun aset dari hasil kejahatan, serta memperluas jangkauan deteksi terhadap beneficial ownership, yakni penerima manfaat agar dapat memutus mata rantai kejahatannya.
Dan Kelima. Kejaksaan dapat melaksanakan kerja sama internasional pemulihan aset selain menggunakan metode melalui Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA), yakni berdasarkan hubungan baik dan kepercayaan serta penggunaan jejaring informal untuk membangun komunikasi yang lebih efektif. Kerja sama yang baik tidak selalu menggunakan sarana formal melalui MLA, melainkan dapat melalui jalur komunikasi informal dalam rangka percepatan. paparnya.
Hubungan baik dan kepercayaan yang selama ini kita bangun, tentunya akan menjadi modal utama dalam meningkatkan sinergisitas penegakan hukum. Oleh karena itu, bentuk kerja sama dalam rangka penegakan hukum asset recovery dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat dilakukan melalui sarana keanggotaan yang tergabung dalam ARIN-AP, CARIN, FATF, UNODC, maupun UNTOC, yang mana hal ini perlu untuk terus kita tingkatkan.
Dengan adanya peristiwa hukum yang dialami oleh Perusahaan Belanda dan Perusahaan Italia yang berada di wilayah hukum Indonesia, maka hal ini dapat menjadi momentum bagi kita bersama untuk dapat melakukan kerja sama yang lebih intens dan berkelanjutan. Kejaksaan Republik Indonesia mendorong adanya suatu bentuk kerja sama dengan Kejaksaan Belanda dan Kejaksaan Italia yang dapat dituangkan dalam Letter of Intent program kerja sama hukum.
Pada tahun 2012 silam Kejaksaan Republik Indonesia dan Kejaksaan Belanda pernah melakukan penandatanganan Letter of Intent di Bangkok Thailand, namun secara formal, jangka waktu Letter of Intent tersebut telah berakhir cukup lama, sehingga hemat saya perlu untuk kita adakan kembali.
Mengingat Hasil nyata dari Letter of Intent (LoI) tersebut adalah adanya pengembalian aset yang saat ini kita lakukan, dimana manfaatnya telah dirasakan oleh Kejaksaan Belanda, namun manfaat tersebut belum dirasakan oleh Kejaksaan Indonesia.
Selaras dengan pernyataan saya sebelumnya, Kejaksaan telah beberapa kali membantu negara Italia, diantaranya permintaan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan Antonio Messicati Vitale pada bulan Desember 2012 silam yang telah kami proses dalam waktu yang relatif singkat sekira 8 (delapan) bulan, meskipun sampai saat ini kita belum pernah membuat dan menandatangani bentuk kerja sama secara formal. Dengan kami kembali menunjukan komitmen dengan memberikan bantuan pengembalian barang bukti kepada negara Italia yang saat ini tengah kita lakukan.
Untuk itu perlu kita pikirkan bersama bagaimana kerja sama yang sudah terjalin baik ini dapat lebih bermanfaat bagi Indonesia.
“Kita tidak pernah tahu kasus apa yang akan terjadi ke depan yang menyangkut kepentingan hukum di negara kita masing-masing dan melalui mekanisme apa dalam penyelesaiannya.
“Karena itu, saya ingin Kejaksaan Republik Indonesia dapat membuat kerja sama dengan Kejaksaan Belanda dan Kejaksaan Italia. Kepada Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia dan Duta Besar Italia untuk Indonesia, dengan hormat, saya sangat berharap pesan saya ini dapat disampaikan dengan baik kepada Kejaksaan Belanda dan Kejaksaan Italia,” ujar Jaksa Agung, seraya menyampaikan bentuk kerja sama ini tentunya dalam rangka meningkatkan kemitraan dan pembagian tugas dalam memerangi kejahatan transnasional sesuai dengan hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku di negara masing-masing.
Hal ini mengingat kejahatan lintas negara, seperti tindak pidana korupsi, pencucian uang, ekonomi, siber, narkotika, lingkungan, maupun perdagangan orang, serta terkait pemulihan aset, semakin canggih, modern, dan memiliki modus operandi yang tidak sederhana. jelasnya.
Jaksa Agung juga menegaskan.”
Kejahatan adalah musuh bersama umat manusia yang harus kita berantas, sehingga kita perlu melakukan berbagai macam bentuk kerja sama dalam rangka tegaknya supremasi hukum, antara lain: Pertukaran informasi non operasional terkait dengan metodologi dan modus operandi kejahatan.
Pertukaran materi hukum mengenai undang-undang, sistem hukum, dan institusi hukum pada negara masing-masing.
Pertukaran keahlian dan praktik-praktik terbaik pada topik-topik yang menjadi kepentingan bersama.
Peningkatan dan pengembangan kontak profesional antara para pejabat.
Pengembangan dan implementasi pendidikan dan pelatihan bersama; maupun kerjasama hukum lainnya yang disepakati bersama.tutupnya.
Dalam Pelaksanaan pertemuan Indonesia dengan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia dan Dubes Italia untuk Indonesia dilakukan dengan menerapkan secara ketat protokol kesehatan (prokes) dan sebelumnya telah dilakukan swab antigen serta memperhatikan 3 M. (wan).