Sidang Putusan 3 Direksi PT ASDP Indonesi Ferry

di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus (foto)

IPNews. Jakarta. Sidang putusan perkara korupsi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11), terhadap tiga mantan Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yaitu Ira Puspadewi (Direktur Utama), Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial), dan Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan) terkait Kerja Sama Usaha dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022. “Memutuskan dengan suara mayoritas (2 berbanding 1).

Majelis Hakim yang diketuai oleh Sunoto, S.H., M.H. dengan anggota Dr. Nursari Bhaktiana, S.H., M.H. dan Hakim Adhoc Tipikor Mardiantos, S.H., M.Kn.

Vonis majelis hakim dengan suara mayoritas, sedangkan hakim ketua dissenting opinion terhadap tiga mantan Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terkait perkara tindak pidana korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) periode 2019–2022.

Juru Bicara PN Jakpus, Purwanto S. Abdullah, Kamis (20/11) menjelaskan bahwa majelis hakim memutus bersalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono.

“Majelis mayoritas menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 UU Tipikor terkait penyalahgunaan kewenangan dalam proses akuisisi,” ujar Purwanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/11/2025).

Menurut Purwanto, majelis menjatuhkan hukuman lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ira Puspadewi dijatuhi 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidiair 3 bulan kurungan.

Sedangkan dua terdakwa lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing divonis 4 tahun penjara serta denda Rp250 juta subsidiair 3 bulan kurungan.

“Tidak ada pidana uang pengganti yang dibebankan kepada para terdakwa,”kata Purwanto seraya mengatakan majelis mayoritas menilai sejumlah tindakan para terdakwa menimbulkan kerugian pada ASDP dan menguntungkan pemilik PT JN.

Adapun keuntungan tersebut, di antaranya;
1. Nilai akuisisi yang dianggap overpriced sebesar Rp1,27 triliun
2. Pengalihan beban utang PT JN senilai Rp583 miliar ke ASDP
3. Penundaan docking kapal yang menyebabkan biaya perbaikan Rp21,8 miliar
4. Pembayaran 11 kapal afiliasi senilai Rp380 miliar.

“Majelis menilai terdapat penyalahgunaan kewenangan, termasuk revisi ketentuan internal, penandatanganan perjanjian sebelum mendapat persetujuan komisaris, serta pengabaian hasil due diligence terkait kapal bermasalah,” jelas Purwanto.

Majelis mayoritas juga menilai prinsip Business Judgment Rule tidak dapat diterapkan karena unsur itikad baik dan kehati-hatian tidak terpenuhi.

Dissenting Opinion

Kendati demikian, kata Purwanto keputusan tidak diambil bulat. “Hakim Ketua Majelis, Bapak Sunoto, menyatakan dissenting opinion dan berpendapat bahwa para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau onslag,” katanya.

Purwanto mengatakan bahwa hakim ketua menilai akuisisi PT JN merupakan keputusan bisnis yang sejalan dengan Business Judgment Rule karena:

1. Melalui due diligence yang melibatkan 7 konsultan independen,
2. Mendapat persetujuan Komisaris, RUPS, dan Kementerian BUMN,
3. Tidak ada konflik kepentingan atau penerimaan keuntungan pribadi,
4. Kinerja bisnis pasca akuisisi justru meningkat dengan kontribusi Rp2,1 triliun dan kenaikan pangsa pasar ASDP menjadi 33,5 persen.

Ia menilai dasar perhitungan kerugian negara tidak meyakinkan, mengingat BPK menyatakan pengelolaan sesuai ketentuan dan perbedaan pendapat ahli sangat signifikan.

Fakta Persidangan

Purwanto menjelaskan bahwa majelis hakim juga mengabulkan pencabutan pemblokiran seluruh rekening para terdakwa. “Blokir rekening dicabut karena tidak terbukti berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana korupsi,” jelasnya.

Majelis juga menetapkan bahwa masa penahanan para terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan dan mereka tetap berada dalam tahanan.

Purwanto menegaskan bahwa putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. “Para pihak memiliki waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap apakah menerima putusan atau mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” pungkasnya.

Diketahui, Ira Puspadewi sebelumnya dituntut JPU selama 8 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Sedangkan kedua terdakwa lainnya dituntut hukuman 8 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.(Her)