Foto: Kepala Kejaksaan Negeti Jakarta Pusat Dr Safrinto Zuriat Putra didampingi Kasi Intel Bani Immanuel Ginting dan Kasi Pidsus Ruri Febrianto

IPNews. Jakarta. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah menerima pelimpahan enam tersangka dan barang bukti (tahap II) dari Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi atau suap/ gratifikasi dalam penanganan perkara
pemberian fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari 2022 sampai dengan April tahun 2022.

Keenam tersangka tersebut Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Djuyamto (D), Ali Muhtarom (AM), Wahyu Gunawan (WG), Agam Syarief Baharudin (ASB) dan tersangka M. Syafei (MS) selaku pihak Wilmar Group.

Kepala Kejaksaan Negeti Jakarta Pusat (Kajari Jakpus) Dr Safrianto Zuriat Putra, dalam keterangan pers, Senin (30/6/2025) mengatakan bahwa setelah menerima pelimpahan tahap II ini, Penuntut Umum Kejari Jakpus akan mempersiapkan surat dakwaan serta melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Terhadap para tersangka ini oleh penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, di Rutan Kelas 1 Salemba, pungkasnya.

Perlu diketahui dalam perkara ini MAN diduga menerima Rp60 miliar dari A dan M ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.

Penyerahan uang itu diberikan melalui seorang panitera berinisial WG. Setelah uang tersebut diterima, WG kemudian mendapat jatah sebesar 50 ribu dolar Amerika Serikat (AS) sebagai jasa penghubung.

MAN kemudian menunjuk susunan Majelis Hakim yang akan menangani sidang perkara korupsi CPO tersebut. Terdakwa korporasi dalam kasus ini ialah Wilmar Group.

Selanjutnya MAN diduga membagi uang suap tersebut kepada Majelis Hakim dalam dua tahap. Pertama, memberikan total Rp4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.

Kemudian MAN kembali menyerahkan uang sebesar Rp18 miliar kepada hakim D dan kawan-kawan agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. D diduga menerima bagian sebesar Rp6 miliar.

Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan, para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan.

Namun, Majelis Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi. kemudian menjatuhkan vonis lepas, sehingga terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar total Rp17 triliun. (Her)