IPNews. Jakarta. Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) tidak mengistimewakan terhadap seorang tersangka wanita berinisial AS alias Amel yang berperan sebagai dugaan makelar kasus (markus) terkait perkara korupsi izin tambang.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana Mengatakan kepada wartawan, Sabtu (19/8/2023),” Kalau diistimewakan untuk apa ditangkap ditangkap, dan untuk apa dipertontonkan ke media, kebetulan saja mobil tahanan Pidana Khusus (Pidsus ) digunakan untuk kepentingan sidang, daripada menunggu untuk kecepatan dan tempat penitipan tahanan oleh karenanya pakai mobil yang ada saja.

Apalagi Rutanya pun juga dekat hanya beberapa meter saja, dengan setelah tersangka dilakukan pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, pada Jum’at (18/8/2023), oleh karena itu kita pakai saja mobil yang ada. pungkas Ketut Sumedana.

Ketut Sumedana menjelaskan, saya waktu di KPK biasa mengambil tahanan atau memulangkan tahanan memakai mobil inova karena keterbatasan mobil tahanan, tidak ada masalah yg penting mereka dipakaikan rompi, biar bisa dibedakan dengan yang lain, dan diborgol biar tidak membahayakan dirinya dan orang lain.

Sementara itu, Asisten Inteiljen Kejati Sultra, Ade Hermawan dalam pers rilisnya yang dikeluarkan melalui Puspenkum Kejagung, mengatakan ” AS alias Amel sendiri ditetapkan sebagai tersangka, setelah ditangkap dan diamankan di Kawasan Senayan, Jakarta, sekitar Pukul 17.00 WIB, Kamis (17/8/2023) oleh Tim Penyidik Kejati Sultra dibantu Tim Intelijen Kejagung.

Dan penangkapan dilakukan atas pengaduan istri Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), Andri Adriansyah (AA), salah seorang tersangka kasus korupsi penambangan ore nikel di Sulawesi Tenggara.

Awalnya Amel menawarkan jasa untuk pengurusan perkara dugaan pidana korupsi izin tambang nikel tersebut. Menurut informasi, sang istri telah memberikan uang sebesar Rp6 miliar agar suaminya bisa bebas.

Namun tidak seperti yang dijanjikan. Uang Rp6 miliar telah diterima AS, tetapi perkara masih tetap jalan, bahkan sang suami malah ditahan.

Kemudian, penyidik menetapkan Amel sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dan disangkakan dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dalam penyidikan dugaan korupsi izin tambang tersebut, tersangka Andi Adriansyah (AA) sempat dicekal dan masuk daftar pencarian orang (DPO) oleh penyidik Kejati Sultra.

Kemudian, AA datang memenuhi panggilan penyidik Kejati Sultra, Senin (17/7) silam untuk menjalani pemeriksaan. Usai diperiksa, AA langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Kendari.

Tersangka AA juga mengakui perbuatannya telah menerbitkan dokumen nikel yang berasal dari penambangan di wilayah IUP PT Antam seolah-olah berasal dari perusahaannya PT KKP.

Dengan menerbitkan dokumen tersebut, tersangka mendapatkan imbalan USD5 per metrik ton yang berlangsung sejak awal 2021 sampai akhir tahun 2022.

Akibat perbuatan tersangka tersebut hasil penambangan di wilayah IUP Antam yang dilakukan oleh PT Lawu Agung Mining (LAM) tidak diserahkan ke PT Antam selaku pemilik IUP. Akan tetapi dijual ke beberapa smelter dan hasilnya dinikmati oleh PT LAM, sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Tersangka dapat melakukan penjualan dokumen tersebut karena di lahan tambang PT KKP tidak ada cadangan ore nikel. Akan tetapi dengan kerja sama beberapa pihak dan imbalan uang, PT KKP tetap mendapatkan RKAB setiap tahun dengan jumlah jutaan metrik ton.

Dalam kasus yang merugikan uang negara hingga Rp5,7 triliun tersebut, sudah 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Belakangan, tim penyidik juga menetapkan tersangka baru. Masing-masing, RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM serta HJ selaku subkoordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM. (Wan)