IPNews. Jakarta. Komite I DPD RI mendukung Kejaksaan RI dalam upaya percepatan penerapan Keadilan Restoraf (Restorative Justice) dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan mengapresiasi langkah Kejaksaan RI dalam membentuk Rumah Restorative Justice sebagai upaya sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dengan melibatkan DPD RI dalam kegiatan sosialisasi.

Selanjutnya Komite I DPD RI mendorong pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Restorative Justice sebagai upaya unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan Restorative Justice.

Demikian kesimpulan dalam rapat kerja dengan Komite I DPD RI tersebut yang dihadiri Wakil Jaksa Agung Dr Sunarta mewakili Jaksa Agung Burhanuddin di Ruang Rapat Sriwijaya Gedung B Lantai II DPD RI, Senin (4/4/22) di Jakarta.

Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) H. Fachrul Razi. M.I.P. menyampaikan bahwa dalam Criminal Justice System Indonesia telah terjadi pergeseran paradigma dari Keadilan Retributif atau pembalasan menjadi Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Pada UU No. 11 Tahun 2021 Kejaksaan diberikan ruang kebebasan untuk mengedepankan dan menggunakan Restorative Justice dalam penegakan hukum.

Wewenang ini yang disebut juga dengan diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary/opportuniteit beginselen) atau kebebasan bertindak menurut penilaian Jaksa, tentu dalam penerapannya wajib mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat.

Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 8 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2021 yang menentukan “Jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya. Imbuhnya.

Selanjutnya Wakil Jaksa Agung RI mewakili Jaksa Agung RI menyampaikan pada tahun 2021, meski pandemi Covid-19 masih berlangsung, penanganan perkara demi mencapai kepastian hukum yang berkeadilan terus dilaksanakan oleh Bidang Tindak Pidana Umum di seluruh Indonesia, dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, penyelesaian perkara yang dilakukan secara daring, dan sebagian lagi persidangan dilaksanakan secara konvensional atau tatap muka dengan tetap mengedepankan kepatuhan protokol kesehatan ketat.

Kemudian Bidang Tindak Pidana Khusus menurut Wakil Jaksa Agung,” bidang tersebut terus menorehkan capaian kinerja dalam pemberantasan tindak pidana korupsi demi mewujudkan penegakan hukum yang dapat memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum, bahkan di penghujung tahun 2021 lalu bidang Pidsus kembali membuktikan keberhasilannya membuat terobosan dalam pembuktian unsur adanya kerugian perekonomian negara dalam tindak pidana korupsi, yang diamini oleh Mahkamah Agung dengan adanya putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4952K/Pid.Sus/2021 tanggal 8 Desember 2021 yang memutus Terdakwa Irianto yang diadili di dalam perkara tindak pidana korupsi Impor Tekstil, ungkapnya.

Selanjutnya Dr Sunarta menjelaskan, mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Restorative Justice oleh Kejaksaan, bahwa implementasi pelaksanaan konsep keadilan restoratif dalam penanganan perkara dapat dijelaskan bahwa semenjak diundangkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, hingga saat ini jumlah perkara diajukan penghentian penuntutan melalui pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice) yaitu, sebanyak 999 perkara, dan dari jumlah yang diajukan tersebut sebanyak 907 perkara yang disetujui untuk dihentikan penuntutannya dengan mekanisme Keadilan Restoratif.

Sementara Launching Rumah Restorative Justice telah dilaksanakan oleh Bapak Jaksa Agung RI pada hari Rabu 16 Maret 2022. Pembentukan Rumah Restorative Justice dapat menjadi sarana penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

“Rumah Restorative Justice tersebut pada hakikatnya juga diharapkan dapat menjadi pemicu untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya yang membutuhkan keadilan, kemaslahatan, namun tetap tidak mengesampingkan kepastian hukum.

Dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, terdapat beberapa program strategis yang telah dan akan terus dilaksanakan guna optimalisasi pelaksanaan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan dalam rangka mengakomodasi ide keseimbangan yang mencakup keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan individu/ perseorangan, keseimbangan antara ide perlindungan/ kepentingan korban dan ide individualisasi pidana, keseimbangan antara unsur/faktor objektif (perbuatan/ lahiriah) dan subjektif (orang batiniah/ sikap batin), keseimbangan antara kriteria formal dan materiel, dan keseimbangan antara kepastian hukum, kelenturan/elastisitas/fleksibilitas dan keadilan, tandasnya.

Adapun Rapat Kerja Wakil Jaksa Agung RI dengan Komite I DPD RI dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan ketat. (Wan)