Boyamin Saiman SH Koordinator MAKI

IPNews. Jakarta. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, SH mendesak KPK mempercepat penuntasan dugaan korupsi di BPD Kaltim-Kaltara senilai Rp 240 milyar.

“Seperti yang sudah diwartakan Hasanuddin Mas’ud, kakak kandung Abdul Gafur Mas’ud, Bupati non aktif Kabupaten Paser Penajam yang belum lama ini dicokok KPK, dilaporkan ke Komisi Anti Rasuah oleh Forum Aliansi Kontra Korupsi dan LSM Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (8/2), terkait dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT. Hasamin Bahar Lines oleh Bank Pembangunan Daerah Kaltim-Kaltara sebesar Rp 240 milyar.

Dalam hal itu MAKI telah melakukan pengawalan laporan dugaan korupsi ini dalam bentuk telah berkirim surat kepada KPK berisi desakan penuntasan penanganan perkara dugaan korupsi ini dan siap mengajukan gugatan Praperadilan melawan KPK apabila kemudian penanganan perkara ini mangkrak dan lambat. kata Boyamin dalam keterangan, di Jakarta Jumat (25/2/22).

MAKI telah berulang kali mengajukan gugatan Praperadilan melawan KPK atas perkara mangkrak, salah satunya contoh adalah MAKI memenangkan gugatan praperadilan melawan KPK tahun 2018 atas mangkraknya perkara korupsi Bank Century, ungkapnya.

Sebagaimana pemberitaan dan adanya tambahan data yang diperoleh MAKI, PT. Hasamin Bahar Lines, bergerak dibidang transportasi. Berdiri berdasarkan Akte No. 46, yang diterbitkan Notaris Hernawan Hadi, SH di Kota Samarinda tanggal 17 Januari 2011.

Kendati baru berusia 5 bulan PT. Hasamin Bahar Lines milik Hasanuddin Mas’ud tanpa jaminan yang memadai mendapat guyuran fasilitas kredit investasi dari BPD Kaltim sebanyak Rp. 235,8 milyar. Dapat dicairkan sekaligus lantaran bersifat Non Revolving, dengan bunga 11,5% secara period per bulan sampai dengan jatuh tempo 84 bulan tertanggal 3 Mei 2018. Termasuk grace period 12 bulan.

Boyamin Saiman memaparkan,” Kredit diajukan untuk pembiayaan pengadaan kapal baru berupa 10 unit tugboat dan 10 unit kapal tongkang berukuran 300 feet. Namun ketika mengajukan kredit diduga tidak diketemukan adanya perjanjian PT. Hasamin Bahar Lines dengan perusahaan pembuat kapal. Hanya mendasari pada rencana anggaran biaya yang diperoleh dari PT. Muji Rahayu berupa 10 unit tug boat dan 10 tongkang, selaku pembuat kapal. Pengajuan kredit diduga tidak didukung study kelayakan (FS) yang masih dalam tahap penyusunan dan Analisa kelayakan proyek oleh konsultan PT. Binamitra Conculindotama. Berdasarkan ketentuan PT. Hasamin Bahar Lines diwajibkan memiliki perjanjian terlebih dahulu dengan perusahaan pembuatan kapal.

“Pencairan kredit seharusnya ditransfer ke perusahaan pembuat kapal. Namun pada kenyataannya pencairan diduga malah ditrasfer ke PT. Hasamin Bahar Lines. “Proses persetujuan dan pencairan kredit syarat penyimpangan, terdapat serangkaian dugaan perbuatan melawan hukum yang dikualifisir sebagai tindak pidana korupsi.

Sesuai hasil pemeriksaaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018, sejak tahun 2011 hingga tahun 2012, PT. Hasamin Bahar Lines tercatat melakukan pembayaran terakhir pada September 2014. Terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 7,3 milyar. Terdiri dari tunggakan Januari, Februari, Maret, April dan September 2014, dengan bunga sebesar Rp. 23,9 milyar.

Ditambah tunggakan bunga bulan Februari sampai dengan September 2014. “Fasilitas kredit PT. Hasamin Bahar Lines dikatagorikan macet atau dalam kolektifibilitas 5,“ ungkapnya.

Menurut Boyamin,”Sejak awal pemberian kredit PT. BPD Kaltim Kaltara kepada PT. Hasamin Bahari Lines senilai Rp 240 Milyar diduga syarat peyimpangan. Selain bertentangan dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Peraturan BI No. 14/15/PBI/2021 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank, juga melanggar SK Direksi BPD Kaltim No. 051/SK/SDM/BPD PST/VII/2002 tentang Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Manajemen Perkreditan di Lingkungan BPD Kaltim dan SK Direksi No. 256/SK/BPD-PST/XII/2012 tentang SOP Bidang Perkreditian, serta SK Direksi BPD Kaltim No. 175/SK-BPD-PST/XIII/2012 tentang BPP Perkreditan Kredit Sub Bab 9 Penanganan Kredit Bermasalah. ungkap Boyamin

“Telah terpenuhi adanya dugaan unsur tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”.

Laporan keuangan yang diserahkan ke PT. BPD Kalrim-Kaltara ketika mengajukan kredit diduga palsu yang tidak dapat dijadikan bahan analisis pemberian kredit. PT. Hasanmin Bahar Lines menyampaikan laporan keuangan tersebut diaudit oleh kantor akuntan public (KAP) Drs. Naskin yang mana terdapat penyajian menunjukan hal yang tidak wajar berupa tidak didasarkan periode operasional maupun akutansi, dan tidak bersifat komparatif dengan periode sebelumnya karena hanya menyajikan saldo per April 2011. Tatkala auditor BPK melakukan konfirmasi kepada KAP Drs. Naskin, Ak, melalui Surat TIM BPK tertanggal 14 November 2018 diketahui tidak pernah diterbitkan opini atas laporan keuangan PT. Hasamin Bahar Lines. “Adanya dugaan indikasi penggunaan dana daerah/negara disalahgunakan, tidak sesuai dengan tujuan peruntukan kredit, agunan tak cukup, dan kini PT. BPD Kaltim-Kaltara terancam mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp 240 milyar dan harus dimintakan pertanggunjawabannya secara hukum” Diduga melibatkan Said Amin Pada tahun 2012 ketika pemberian kredit belum berusia setahun, PT. Hasamin Bahar Lines diduga mendapatkan penambahan plafon kredit sebesar Rp. 25 milyar. Hasanuddin Mas’ud menggandeng Muhammad Said Amin.

Boyamin menjelaskan, diduga sejumlah asset atas nama Said Amin yang dijadikan agunan yang tentunya Said Amin setuju asetnya dijadikan agunan pinjaman tersebut dengan segala konsekuensinya termasuk disita lelang apabila pinjaman macet.

Muhammad Said Amin diduga menguasai dan mengoperasionalkan 5 (lima) set tug boat dan tongkang. Tapi hasilnya diduga tidak dipakai untuk membayar cicilan kredit. Agunan milik Muhammad Said Amin tetap diterima PT. BPD Kaltim-Kaltara dan disetujuinya penambahan plafon kredit sebesar Rp 25 milyar.

Sementara Asset-asset tersebut antara lain, tanah 229 m2 dan bangunan ruko 3 unit Jl. Cipto Mangunsarkoro, Samarinda Seberang SHM 2396,2397,2398 atas nama Muhammad Said Amin dengan taksasi senilai Rp. 3,422 milyar, tanah 144 m2 dan bangunan ruko 2 unit di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang SHM 2401, 2402 atas nama Muhammad Said Amin dengan taksasi senilai Rp. 2,145 milyar tanah 75 m2 dan bangunan ruko 1 unit di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang SHM 2393 atas nama Muhammad Said Amin, dengan taksasi senilai Rp. 1,053 milyar, tanah 638 m2 dan bangunan 204 m2 di Jln MT Haryono – Ring Road Komplek Balil]k Papan Baru Blok BC No. 26 Balik Papan Selatan.

SHM 5316 juga nama Muhammad Said Amin dengan taksasi senilai Rp. 3,583 milyar. Kemudian tanah 480 m2 di Jln Bukit Telaga Golf TA-4/11 Kel. Kebun Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya, Jawa Timur, SHGB 690, 670 atas nama Muhammad Said Amin dengan taksasi senilai Rp. 4,347 milyar. bebernya.

Anehnya tak lama kemudian pada September 2014, dengan dalih terjadi perubahan kepemilikan dan kepengurusan atas PT. Hasamin Bahar Lines dan tatkala pembayaran kredit diduga mulai tersangal sengal dilakukanlah addendum dan restrukturisasi. Berdasarkan Akte No. 05 yang diterbitkan Notaris Hasanuddin, SH di Kota Samarinda tanggal 06 Agustus 2014, saham Hasanuddin Mas’ud justru membesar menjadi 495 lembar saham atau menguasai 99% pada PT. Hasamin Bahar Lines.

Melalui surat nomor: 023/PK-024/KI.59/2014 terdapat dugaan dilakukan penarikan seluruh jaminan atas nama Muhammad Said Amin. Tentu saja hal ini dinilai janggal. Bagaimana mungkin kredit PT. Hasamin Bahar Lines dikatagorikan macet atau dalam kolektifibilitas 5 agunan dapat dikembalikan. Agunan semestinya tetap di Bank hingga terjadi pelunasan pinjaman atau jika macet maka semua agunan dilelang untuk menutup pinjaman macet.

Muhammad Said Amin diduga berhasil mengamankan kembali semua assetnya, dengan menarik sebelum disita oleh pihak bank. Sedangkan 5 (lima) set tug boat dan tongkang diduga masih dioperasionalkan oleh Muhammad Said Amin. Namun hasilnya diduga tidak dipakai untuk mencicil pembayaran kredit. “Ini terdapat dugaan yang merugikan keuangan daerah/negara, jelasnya.

Ironisnya bagaimana mungkin asset yang menjadi agunan bisa dikembalikan, padahal kredit belum lunas.” tandasnya. (Her)