IPNews. Jakarta. Kementerian Perindustrian terus memacu produktivitas industri pengolahan susu di dalam negeri agar dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis untuk menjamin ketersediaan bahan baku susu segar dalam mendukung proses produksinya.
“Industri pengolahan susu merupakan salah satu sektor pangan yang mendapat prioritas dalam pengembangannya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/10/21).
Menurutnya, guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor, Kemenperin berupaya untuk melakukan peningkatan rasio penggunaan susu segar dari peternak dalam negeri. “Upaya ini diwujudkan melalui pengembangan dan penguatan program kemitraan yang saling menguntungkan antara industri pengolahan susu dengan koperasi atau peternak sapi perah lokal,” ungkap Putu.
Pada tahun 2020, kebutuhan bahan baku susu untuk industri pengolahan susu tercatat 3,95 juta ton (setara susu segar), dengan pasokan bahan baku susu dalam negeri sebesar 909 ribu ton (20%), dan sisanya dipasok dari negara lain dalam bentuk Skim Milk Powder (SMP), Whole Milk Powder (WMP), Anhydrous Milk Fat (AMF), Butter Milk Powder (BMP), dan Demineralized Whey Powder (DWP).
Menurut Plt. Dirjen Industri Agro, masih kecilnya populasi sapi perah di Indonesia berimbas pada rendahnya ketersediaan pasokan susu segar di dalam negeri. Selain itu, meningkatnya investasi di sektor industri pengolahan susu, menyebabkan kebutuhan bahan baku selama enam tahun terakhir rata-rata tumbuh 4%, sedangkan produksi susu segar hanya tumbuh 2,6%.
“Laju pertumbuhan produksi susu segar di Indonesia, baik itu dari peternak rakyat maupun dari peternakan sapi perah modern yang terintegrasi, saat ini belum dapat mengejar laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu, sehingga menyebabkan gap antara produksi susu segar dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang semakin melebar setiap tahunnya,” papar Putu.
Oleh karena itu, adanya koperasi peternak sapi perah sangat berperan mendukung ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan susu. Contohnya adalah Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan yang berdiri sejak tahun 1969 atas dasar inisiatif dari tokoh masyarakat dan para peternak sapi setempat. Pada Minggu (17/10) kemarin, Plt. Dirjen Industri Agro beserta jajaran melakukan kunjungan kerja di Koperasi KPBS Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew Ferryawan Saputro menyampaikan, pihaknya telah menjalin kerja sama cukup lama dengan KPBS dalam rangka mejaga ketersediaan pasokan bahan baku susu segar.
“Peran peternak sapi perah lokal sangat penting bagi kami, karena merekalah yang bisa memastikan kelancaran pasokan bahan baku untuk produksi susu olahan kami,” tuturnya.
Melalui program kemitraan dengan KPBS, PT Frisian Flag Indonesia memberikan berbagai program pembinaan kepada para peternak sapi perah lokal guna meningkatkan kualitas produksi susu segar. “Memang program kemitraan ini menjadi visi kami untuk jangka panjang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan para peternak sapi perah lokal,” ujar Andrew.
Menurutnya, program kemitraan adalah solusi dan sinergi yang baik dalam mengatasi berbagai tantangan yang ada.
“Apabila produktivitas dan kualitas susunya sudah baik, kesejahteraan peternak juga akan ikut naik. Ujungnya industri bisa beroperasi optimal karena adanya ketersediaan bahan baku, karena kami terus meningkatkan investasi dalam memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor,” urainya.
Manfaat MCP
Sementara itu Ketua KPBS Pangalengan Aun Gunawan menyebutkan, pihaknya adalah salah satu koperasi yang telah melakukan transformasi penerimaan susu segar dari sistem manual menjadi sistem digital yang disebut Milk Collecting Point (MCP). KPBS Pangalengan saat ini memiliki sebanyak 4.390 anggota peternak, yang meliputi 14.607 ekor sapi perah, dengan hasil produksi susu segar mencapai 26,7 juta kg per tahun.
MCP merupakan tempat penampungan susu segar dengan cara modern atau penerimaan susunya telah memanfaatkan sistem teknologi industri 4.0, di mana input data penerimaan susu segar dilakukan menggunakan sistem barcode berdasarkan ID yang dimiliki masing-masing peternak. Saat ini, KPBS Pangalengan sudah mengoperasikan tujuh MCP yang pembangunannya bekerjasama dengan PT Frisian Flag Indonesia.
“Adanya MCP ini, ternyata bisa meningkatkan pendapatan signifkan bagi para peternak lokal. Kenaikan yang diterima secara langsung itu bisa sampai 10 persen. Koperasi susu juga ikut memperoleh manfaat, yaitu meningkatnya jumlah dan kualitas susu segar membuat koperasi menjadi berkembang investasinya, dan hasil usaha yang bisa diberikan ke anggota khususnya peternak dapat lebih besar. Melalui MCP ini juga, kami bisa memantau atau menjaga kualitas susu segar dengan baik dari hasil perahan para peternak lokal,” papar Aun.
Setelah didukung dengan teknologi digital melalui peran MCP, KPBS Pangalengan berharap kepada pemerintah dapat memfasilitasi ketersediaan lahan atau kemudahan akses pakan berkualitas untuk kebutuhan sapi perah dalam rangka peningkatan produksi susu segar.
“Selain program pembibitan, kami juga ingin adanya jaminan ketersediaan pakan yang baik. Hal ini tentunya akan menunjang pasokan bahan baku susu segar ke industri pengolahannya. Jadi, dengan adanya penguatan program kemitraan antara koperasi dengan industri, membawa manfaat besar bagi peningkatan kesejahteraan para peternak sapi perah lokal,” papar Aun.
Keberhasilan MCP yang terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan para peternak dan masyarakat sekitar tersebut, membuat Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin memberikan program bantuan mesin dan peralatan untuk MCP ke-8 di Kampung Babakan Kiara Pengalengan pada tahun 2021. Pada tahun 2022, program serupa tersebut juga akan dilaksanakan di koperasi susu di wilayah lain yang bekerja sama dengan industri pengolahan susu lainnya. Hal ini mengingat sudah ada 14 industri pengolahan susu yang melakukan kemitraan dan menyerap susu segar dalam negeri.
“MCP akan menjadi salah satu model kemitraan antara industri pengolahan susu dengan koperasi dan peternak, di mana Kemenperin akan memberikan stimulus untuk membantu pembangunannya dengan memberikan bantuan mesin dan peralatan yang selanjutnya akan dilanjutkan oleh industri pengolahan susu lainnya yang bermitra dengan koperasi atau peternak,” ungkap Plt. Dirjen Industri Agro.
Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya transformasi digital melalui pembangunan MCP antara lain adalah meningkatkan kualitas susu segar dan menjaga cemaran bakteri patogen melalui uji Total Plate Count (TPC) tetap rendah. Selain itu, memotivasi peternak untuk meningkatkan produksi susu, mempercepat proses pembayaran susu ke peternak, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik koperasi maupun peternak.
“Keberhasilan KPBS membuat koperasi ini mampu berkembang dan membangun unit-unit bisnis yang lain selain pelayanan penyetoran susu segar,” imbuh Putu.
Selain model kemitraan MCP, Kemenperin juga akan menyiapkan sistem penerimaan susu segar di koperasi susu dan tempat penampungan susu berubah dari sistem manual menjadi sistem digital untuk mengetahui data ketersediaan bahan baku susu segar dalam negeri secara real time. Pemberian bantuan kepada koperasi susu dan tempat penampungan susu ini akan dilakukan mulai tahun 2022 dengan tujuan untuk menyediakan data pasokan susu segar dalam negeri secara nasional.
“Sistem penerimaan susu segar berbasis digital ini akan mendukung program neraca komoditas yang sedang disiapkan pemerintah karena akan diketahui data supply bahan baku susu dalam negeri secara nasional dan data demand yang diperoleh dari data kebutuhan bahan baku susu dari industri pengolahan susu,” jelasnya.
Dukung industri mamin
Plt. Dirjen Industri Agro optimistis, apabila kinerja industri pengolahan susu di dalam negeri dapat tumbuh gemilang, akan membawa dampak positif terhadap kinerja sektor manufaktur khususnya industri makanan dan minuman, bahkan juga perekonomian nasional. Sebab, Indonesia berpotensi memiliki sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang terus meningkat.
“Walaupun terdampak pandemi Covid-19, PDB industri makanan dan minuman masih mampu tumbuh sebesar 1,58% pada tahun 2020 atau di atas pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas yang terkontraksi 2,52% dan PDB nasional yang juga terkontraksi 2,07%,” sebut Putu.
Namun demikian, pada periode yang sama, industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 39,01% terhadap PDB industri pengolahan non-migas, sehingga menjadikannya sebagai subsektor dengan kontribusi PDB terbesar.
Baca Juga : Jasa Pembuatan PT
Sepanjang tahun 2020, ekspor industri makanan dan minuman menembus USD31,1 miliar, sehingga berkontribusi 23,7% terhadap ekspor industri pengolahan non-migas. Di sisi lain, industri makanan dan minuman mampu menarik investasi sebesar USD29,4 miliar di tahun 2020, dan secara keseluruhan menyerap tenaga kerja sebanyak 1,1 juta orang.
Putu menambahkan, industri pengolahan susu juga membuka peluang tumbuhnya wirausaha baru untuk menjadi peternak sapi perah lokal. Untuk itu, Kemenperin mendukung program pelatihan dan pembinaan sehingga dapat mendorong meningkatnya produksi susu segar di tanah air.
“Ada beberapa anak muda atau generasi milenial kita yang sukses menjalankan usahanya sebagai peternak sapi perah. Omzetnya bahkan mencapai miliaran per tahun. Oleh karena itu, success story ini harus terus ditularkan sehingga kita juga bisa mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan substitusi impor,” paparnya.
Menurut Putu, program kemitraan antara koperasi peternak sapi perah dengan industri pengolahan susu, seperti yang diwujudkan oleh KPBS Pangalengan dan PT Frisian Flag Indonesia, bisa menjadi model yang perlu dikembangkan kepada koperasi dan perusahaan lainnya. “Contoh yang baik ini harus bisa diadopsi di tempat lain, karena manfaatnya telah dibuktikan,” ujarnya.
Selain itu, dalam memacu kinerja industri pengolahan susu di Indonesia, juga dibutuhkan penguatan sinergi di antara pemangku kepentingan terkait. Misalnya, Kemenperin dan Kementerian Pertanian yang telah menjalin kerja sama dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri agro.
“Seperti di industri pengolahan susu ini, yang menjadi kebutuhan utama saat ini adalah kuantitas dan kualitas pakan untuk sapi perah. Dari pakan yang baik dan tercukupi tersebut, dapat meningkatkan produktivitas susu segar yang menjadi bahan baku di industri pengolahan susu,” ungkap Putu.
Menurutnya, pakan utama sapi perah adalah hijauan, sehingga kebutuhan lahan untuk hijauan sangat dibutuhkan oleh peternak. Namun demikian, kondisi saat ini peternak masih kesulitan untuk mendapatkan lahan untuk pakan hijauan dengan harga sewa yang terjangkau. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antar instansi terkait dalam rangka penyediaan lahan hijauan untuk peternak.
Sementara permintaan produk olahan susu saat ini terus meningkat. Sebab, adanya pandemi Covid-19, membuat banyak masyarakat lebih perhatian terhadap konsumsi pangannya yang dapat menjaga kesehatan. “Hal ini tentunya membuat sektor industri memacu utilisasi prosuksinya. Kami percaya, apabila kinerja industrinya tumbuh, akan mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional,” tandasnya. (par/hms)