IPNews. Jakarta. Sejalan dengan Amanah Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 202O mengenai Keadilan Restorative Justice. Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Sangihe, Eri Yudianto SH mendapat apresiasi dari tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Apresiasi didapatkan karena Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe, berhasil menghentikan perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dilakukan oleh tersangka Jonathan Mare alias Nathan terhadap tetangganya, Syorsintje Musa alias Sin dengan menerapkan Restorative Justice.Jumat (1/10/21).
Kajari Kepulauan Sangihe, Eri Yudianto menjelaskan,” dalam perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dilakukan tersangka Jonathan Mare alias Nathan yang disangka melanggar pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP. Kami hentikan prosesnya dengan Restorative Justice. ujarnya.
Berdasarkan diterbitkannya surat ketetapan penghentian penyidikan nomor : print-330/p.1.13/eoh.3/10/2021 tanggal 1 Oktober 2021.
Sebagaimana diketahui Surat Edaran nomor 15 tahun 2020 salah satu poin berbunyi tentang penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan Restorative Justice yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana.
Kembali pada pokok persoalan, Eri Yudianto SH menjelaskan perkara tersebut terjadi lantaran adanya ketidakharmonisan kehidupan bertetangga antara tersangka Jonathan dengan korban Syorsintji yang terjadi pada tanggal 28 Juli 2021.
“Saat itu, korban menegor tersangka karena menyapu halaman rumah dengan debu bekas material bangunan rumah berterbangan dengan kata-kata “sirang dulu itu abu baru disapu”, akibat perkataan tersebut tersangka tersinggung dan terjadi cekcok mulut berakhir dengan tersangka mengacungkan sebuah parang ke korban hingga ketakutan,”bebernya.
Tidak terima perbuatan tersangka, korban langsung melapor ke Polres kepulauan Sangihe, Polres pun langsung melakukan penyidikan. Hasilnya perkara tersebut dinyatakan P-21 tanggal 23 Agustus 2021. Kemudian tanggal 24 september 2021 penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Namun ditengah penanganan perkara tersebut, terjadi Upaya perdamaian dilaksanakan pada tanggal 27 september 2021 dengan dihadiri lurah Tona i Asriyanti Nangalo dan tokoh agama pendeta Abed Lukas Aer.
Kajari Kepulauan Sangihe pun akhirnya menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan nomor : print-330/p.1.13/eoh.3/10/2021 tanggal 1 oktober 2021.
Menurut Eri, penghentian penuntutan merupakan kewenangan Jaksa selaku Single Prosecution terhadap layak tidaknya perkara diajukan ke penuntutan berdasarkan pasal 139 dan 140 kuhap, namun demikian sebagai tolak ukur jaksa menghentikan penuntutan dalam perkara ini adalah adanya permintaan maaf dan kesepakatan damai antara tersangka dengan korban, ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun dan tersangka belum pernah dijatuhi pidana.
“Dengan adanya penghentian penuntutan yang dilakukan menciptakan harmoni kembali antara korban dan tersangka yang bertetangga apalagi mereka berdua masih dalam satu jemaat gereja yang sama,”tukasnya.
Eri menambahkan Keadilan Restoraktive Justice sejalan perintah Jaksa Agung agar setiap jaksa harus menciptakan rasa adil dimasyarakat, keadilan tidak ada tertulis didalam buku akan tetapi keadilan ada dalam hati nurani, tambahnya.
APRESIASI KAJARI SANGIHE
Sementara itu, lurah Tona i, Asriyanti Nangalo mengatakan pihaknya mengapresiasi apa yang dilakukan jajaran Kejari Kepulauan Sangihe. Selain itu, kebijakan tesrebut patut diikuti penegak hukum lainnya. Alasannya dengan dihentikan perkara ini, upaya perdamaian diantara keduanya yang tinggal bertetangga bisa kembali rukun seperti sediakala.
“Saya selaku tokoh masyarakat sangat terharu atas apa yang telah dilakukan oleh Kajari kepulauan Sangihe, dengan adanya perdamaian tentunya akan mengembalikan kehidupan bertetengga kembali menjadi rukun, apalah artinya perkaranya disidangkan namun setelah tersangka keluar dari tahanan belum tentu kehidupan bertetangga rukun seperti sedia kala,” ujarnya
Hal senada juga dikemukakan pendeta Abed Lukas Aer yang mengatakan selaku tokoh agama, dirinya menyampaikan terima kasih kepada Eri Yudianto yang memfalitasi perdamaian antara tersangka dan korban yang masih satu jemaat gereja yang sama.
“Ini merupakan pelajaran bagi tersangka janganlah emosional yang berakibat menjadi persoalan hukum, demikian juga dengan korban harus saling menghargai kepada sesama. upaya yang dilakukan oleh kejaksaan, kondisi yang dulunya harmonis antara korban dan tersangka akibat emosional sesaat sehingga terjadi perpecahan, mudah-mudahan setelah ini menjadi harmonis kembali.harap Kajari.(wan).