Foto (ilustras)
IPNews. Jakarta. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta terus mendalami pihak-pihak yang menikmati dan terlibat kasus PT Asabri. Tak hanya pihak yang muncul dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tapi juga pihak lain yang ikut merampok dana Asabri.
Proses hukum dalam kasus korupsi harus menerapkan prinsip keadilan. Semua pihak yang terlibat harus diproses hukum. Apalagi saat pengembangan kasus korupsi khususnya kasus Asabri, ditemukan fakta keterlibatan para pihak harus diproses.
“Prinsipnya semua pihak yang berdasarkan fakta persidangan berkaitan dengan penggunaan dana Asabri harus diproses hukum siapapun dia,”kata Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Fickar Hajar kepada media di Jakarta, Rabu (1/9/2921).
Namun Fickar berharap penyidik tetap harus jeli memilah pihak yang diduga terlibat. Jangan hanya berpatokan pada keterangan tersangka, tapi tetap berdasar data dan fakta yang akurat.
Dalam kasus Asabri, penyidik tetap harus mengacu data perdagangan saham secara akurat. Apalagi dalam kasus Asabri, sejumlah emiten yang diduga terlibat masih belum diproses hukum.
Diantara keanehan besar yang belum terungkap adalah, ketika Sonny Wijaya Direktur Utama PT Asabri, pada saat awal menjabat diyakini tidak pernah mengenal Heru Hidayat. Namun secara tiba-tiba dalam waktu singkat dapat mempercayakan Heru Cs sebagai mitra Asabri dalam mengelola investasi yang begitu besar. Tanpa ada rekomendasi serta dorongan seseorang yang sangat berpengaruh jelas tidak mungkin. Isu yang beredar orang tersebut merupakan salah seorang petinggi BPK.
Semakin nampak mencurigakan dimana mitra Heru Hidayat sesama pemilik di perusahaan bersama yang juga menjadi Pengurus di perusahaan- perusahaan tersebut, ikut terlibat aktif menjual saham saham seperti, SMRU (8, 11%), IIKP (12, 32%), POLA (7, 65%), PCAR (25,14%) ataupun FIRE (23,60%) yang dijual dengan harga tinggi ke Asabri dan jelas sangat merugikan.
Misalnya kepemilikan saham FIRE (Sumber : Laporan OJK tahun 2021) yang sampai bulan Maret 2021 disebutkan masih dimiliki Asabri 23% lebih dengan kerugian Rp2 Triliun.
Disini terlihat juga pengabaian pemeriksaan, karena tidak pernah menyentuh emiten saham lain yang sahamnya masih dimiliki Asabri dalam jumlah besar. Karena berdasarkan peraturan bahwa batas yang diperbolehkan hanya maksimal sebesar 5% saja.
Kenyataan ada sejumlah emiten saham lain yang melebihi batas ketentuan tersebut, seperti SDMU (18%) , HRTA (6,6%), MINA, PADI , NASA , TARA (5,03%), SMRU (8,11%), IIKP (12,32%), POLA (7,65%), PCAR (25,14%) dan FIRE (23,60%).
Ironisnya kerugian negara justru lebih banyak dibebankan kepada para pemilik saham yang berstatus narapidana, yang mana sahamnya sudah tidak ada lagi di Asabri. Padahal jika diperhatikan pada laporan keuangan Asabri dari pembelian & penjualan saham tersebut, pihak Asabri malah justru diuntungkan.
Artinya, ada dugaan pengalihan pelaku yang seharusnya bertanggungjawab secara hukum, bukan kepada para pemegang sahan yang berstatus narapidana.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindakan Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengatakan, pihaknya akan terus mengembangkan kasus Asabri dengan menyeret semua pihak yang terlibat.
Penyidik menyatakan tak akan pandang bulu menuntaskan kasus yang rugikan negara hingga Rp 22 triliun itu.
“Akan terus kita dalami semua pihak yang diduga terlibat,” kata Supardi kepada media. “Dibuktikan, penyidik Kejagung telah menambah tersangka baru dalam perkara yang merugikan negara Rp22,78 triliun ini.
Tersangka itu adalah Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Teddy Tjokrosaputro. Adapun Teddy merupakan adik dari Benny Tjokrosaputro, yang ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu. (wan)