IPNews. Jakarta. Sidang lanjutan perkara dugaan sengketa lahan antara PT Position dan PT Wana Kencana Mineral kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Rabu (24/9/2025), Kali ini penuntut umum dari Kejaksaan Agung menghadirkan saksi Maharendra selaku Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Halmahera Timur,
Dalam keterangannya Maharendra yang dinilai tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kesaksian inkosisten tersebut bahkan sempat menimbulkan gelak tawa di ruang sidang. Kuasa hukum terdakwa maupun majelis hakim bereaksi atas jawaban-jawaban saksi yang dianggap kontradiktif dan tidak masuk akal, terutama terkait perizinan serta tata kelola hutan.
Dalam persidangan itu keterangan saksi kerap menjawab “tidak tahu” atau “bukan kewenangannya” ketika ditanya soal hal-hal mendasar. Salah satunya terjadi saat Ketua Majelis Hakim, Sunoto, menanyakan tentang temuan saksi dilapangan terkait PT WKS sebagai pemilik PBPH dengan PT WKM,
Kemudian Kalau PT WKS dan PT Position, tidak tahu juga, ujar saksi kepada majelis hakim.
Selanjutnya mengenai surat kepolisian pada 20 Maret 2025 perihal gangguan pengambilan titik koordinat, untuk mengukur patok yang ada pagar di koordinat itu ujarnya.
Saat dipertanyakna keberadaan dua izin operasi produksi (IUP) di lokasi yang sama. Saksi mengaku tidak mengetahui, lalu menambahkan bahwa itu bukan tanggung jawabnya. Namun mengenai kerja sama formal antara PT Position dan PT WKM. Dia kembali mengaku tidak tahu, bahkan menyatakan tidak mengenal PT WKM dan posisinya dalam sengketa.
Lebih jauh, keterangan saksi di persidangan justru berseberangan dengan BAP yang ditandatangani olehnya sendiri. Dalam BAP, saksi sempat menyebut patok berada pada titik koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT WKM. Namun, di persidangan ia mendadak mengaku tidak mengetahui posisi tersebut.
Mengenai isi BAP adalah keterangannya, tetapi tetap tidak bisa menjelaskan detail yang termuat dalam dokumen resmi itu, termasuk soal lebar jalan yang seharusnya dipahami sebagai pengawas lapangan.
Meski berlatar belakang pendidikan Sarjana Kehutanan dengan tugas pengawasan lapangan, saksi mengaku tidak memahami kewenangan penegakan hukum terhadap praktik pertambangan ilegal. Padahal, ranah itu semestinya bagian dari kompetensinya.
Kuasa hukum terdakwa menilai rangkaian pernyataan yang berubah-ubah dan “tidak memenuhi rasa keadilan” itu harus ditimbang secara kritis oleh majelis hakim, dikarenakan keterangan saksi menjawab banyak tidak tahu.
“Keterangan yang inkonsisten berpotensi menyesatkan proses peradilan, apalagi jika dijadikan pijakan materiil dalam dakwaan,” tegas Sunoto.
Majelis hakim mengatakan beberapa kalimat dilokasi itu ada IUP PT WKM, saksi menjawab sepengetahuan saya
Lokasi itu tidak ada PPKH betul, tidak boleh pasang patok kalau tidak ada PPKH, betul, jadi dilokasi itu saudara jelaskan PT WKM punya ijin tambang,
Saksi menjawab secara umum maksudnya tidak spesifik dititik itu.
Tidak ada ijin pakai hutan untuk pihak lain, dan tidak boleh pasang patok kalau tidak ada ijin pakai ban. Betul jawab saksi kepada Majelis hakim.
Andaikata kalau PT WKM punya ijin tambang ditempat itu sedangkan PT Position Tidak punya ijin pakai hutan, betul jawab saksi, serta menurut saksi siapa sebenarnya yang tidak ada ditempat itu, lupa ujar saksi seraya menjawab bisa aja disitu bila ada mekanisme.
Kuasa hukum PT WKM, O.C. Kaligis. mengatakan, Jawaban keterangan saksi mencle, mencle, kalau kami yang bertanya tidak tahu,
OC Kaligis juga mempertanyakan berdasarkan LP BAP polisi, aneh saksi hanya baca tapi tidak memperhatikan. mengenai pemasangan patok tidak ada dilokasi, kata saksi, padahal BAP itu yang ditandatangani oleh saksi dan waktu dipasang patok.
Kemudian selain anda mendapat tugas dari atasan anda apakah Gakkum juga mempunyai wewenang, jawab saksi tidak tahu, tapi mengetahui Gakkum kewenananganya cuma batasan tugasnya tidak tahu,
Untuk itu OC Kaligis menilai saksi yang dihadirkan penuntut umum justru memperlihatkan kelemahan yang mencolok dalam kapasitasnya sebagai aparatur kehutanan.
“Bagaimana mungkin seorang pegawai kehutanan yang ditugaskan di lapangan mengaku tidak tahu soal kewenangan dan perizinan yang menjadi bagian dari pekerjaannya? Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar dan melemahkan validitas keterangannya.
Dengan kondisi seperti ini, OC Kaligis berharap Majelis hakim memberi perhatian serius pada setiap kontradiksi, demi memastikan persidangan berjalan berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ia berharap dalam perkara ini terbukti dengan fakta,” namun faktanya dalam keterangan saksi ini kebanyakan menjawab tidak tahu, tandasnya. (Her)