IPNews. Jakarta. Perkara suap dan gratifikasi yang menjerat tiga hakim PN Surabaya terkait putusan bebas kasus pembunuhan dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur, akhirnya dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung dengan pidana penjara selama 9 dan 12 tahun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4/2025)

Ketiga hakim tersebut yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. JPU menuntut Erintuah dan Mangapul masing-masing dengan pidana 9 tahun penjara, sementara Heru Hanindyo dituntut paling berat, yakni 12 tahun penjara. Selain itu, ketiganya juga dituntut membayar denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

“Kami menuntut agar ketiga terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dan gratifikasi,” ujar JPU Bagus Kusuma Wardhana.

Tuntutan tersebut didasarkan pada pelanggaran Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B junto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam tuntutannya, JPU menjelaskan bahwa ketiga hakim terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp4,67 miliar. Rinciannya, mereka diduga menerima suap uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (setara Rp3,67 miliar), serta gratifikasi dalam berbagai mata uang asing seperti ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.

Perbuatan tersebut dinilai sangat mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan merusak upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Khusus untuk Heru Hanindyo, JPU menyebut bahwa ia tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya, yang menjadi alasan tuntutan lebih berat.

Sementara itu, Erintuah dan Mangapul dinilai kooperatif serta mengakui perbuatannya. Keduanya juga mengembalikan uang yang diterima dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Erintuah mengembalikan 115 ribu dolar Singapura, dan Mangapul sebesar 36 ribu dolar Singapura.

Dalam persidangan ini, para terdakwa disebut melanggar integritas yudikatif dan mengkhianati nilai-nilai keadilan. Publik kini menanti putusan majelis hakim Tipikor dalam perkara yang menjadi sorotan nasional ini. (Her)