IPNews. Jakarta. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Yuli Effedi SH. MHum menanyakan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian SH dan Theodora Marpaung SH.MH, sejauhmana perkembangan pemanggilan terhadap saksi Tjahjadi Rahardja (TR) yang dilakukan sejak awal persidangan.
“Kami sudah memanggilnya tiga kali Yang Mulia di alamat yang bersangkutan. Surat panggilan diketahui Ketua RT setempat, tetapi yang bersangkutan tetap tidak bisa memenuhi panggilan tanpa alasan,” kata JPU Melda Siagian SH, Senin (22/8/2023).
Mendengar hal itu, Ketua Majelis Hakim Yuli Effendi menyatakan, pihaknya membuat penetapan pemanggilan paksa untuk saksi Tjahjadi Rahardja guna menghadiri persidangan berikutnya.
“Kami serahkan penetapan penjemputan saksi secara paksa demi kejelasan uang para korban Robot Trading FIN 888,” tutur Majelis Hakim Yuli Effendi, yang disambut riuh oleh pengunjung sidang sebagian besar para korban.
Para saksi korban dalam kesaksiannya di persidangan sebelumnya menyebutkan uang investasi yang disetorkan ke Robot Trading FIN 888 ratusan miliar rupiah pada perusahaan yang berpusat di Singapura itu. Namun tidak disetorkan/ diserahkan atau tak diteruskan ke kantor pusatnya di Singapura. Tetapi ditahan di Indonesia dan disebut-sebut para korban pula di persidangan bahwa yang mengumpulkan investasi mereka adalah Tjahjadi Rahardja.
Penasihat hukum korban, Oktavianus mencoba menanyakan kepada Ketua Majelis Hakim Yuli Effendi, kapan Tjahjadi Rahardja memberikan kesaksian di persidangan agar para korban bisa medengarkannya. Menjawabnya itu majelis menyerahkan surat penetapan pemanggilan paksa saksi Tjahjadi Rahardja kepada jaksa, kemudian jaksa yang mengatur jadwal pemanggilan dan pemeriksaannya.
Pada sidang Senin (22/8/2023), diperdengarkan pula keterangan saki korban Christian. Dia menyebutkan, karena profit di Robot Trading FIN 888 yang relatif kecil membuatnya tertarik.
Ketertarikannya investasi di Robot Trading FIN 888 semakin kuat setelah menonton video promo Robot Trading FIN 888 oleh terdakwa Peterfi Sufandri dan Carry Chandra. Terlebih mendengar adanya jaminan asuransi. “Saya menginvestasikan 63.000 dolar Amerika Serikat (AS),” ungkap saksi korban Christian. Namun semua itu lenyap karena kenyataannya tak ada asuransi.
Apakah sempat diperoleh profit atau keuntungan, Christian mengaku terus terang tidak sempat dan ludes semua uang investasinya tersebut tanpa kuasa menyelamatkannya.
Selain saksi korban, didengar pula keterangan saksi notaris Siti Djubaedah. Saksi mengakui membuat akta pendirian sejumlah perusahaan yang diduga terlibat dalam investasi bermasalah atau bodong tersebut.
Saat ditanya majelis hakim apakah saksi Siti Djubaedah tahu bahwa yang menghadap bernama Cristofer sedang menjalani hukuman di dalam penjara, Siti Djubaedah mengaku baru tahu hal itu saat penyidikan kasusnya dari penyidik.
“Saat pembuatan akta pendirian perusahaan itu pandemi Covid-19 Pak Hakim, mungkin kekeliruan saya tidak mencocokan KTP dengan orang bersangkutan terlebih dahulu dengan menyuruh membuka masker,” kata Siti.
“Notaris kan sebagai penegak hukum.pula, jadi mohon keterangannya apa adanya, jangan katakan lupa padahal ingat, pembuatan akta itu sesuai prosedur tidak,” Yuli mengingatkan.
“Ya Pak hakim, yang menghadap ke saya tidak saya cocokan apakah orangnya di KTP,” tuturnya.
Enam saksi korban masing-masing Patria Afandi, Rosa Media, Marta Flora Paulina, Ahmad Amirudin, Carolina, Meirawati sebelumnya juga menyebutkan bahwa pengakuan terdakwa Peterfi Sufandri dan Carry Chandra bahwa penanggung jawab uang korban adalah saksi Tjahjadi Raharja.
Uang para korban yang ditransfe ke rekening sejumlah perusahaan diantaranya PT Rajawali Bintang Mandiri dialirkan lagi ke beberapa orang sebagai penanggung jawab.
“Orang-orang itu kami harapkan dihadirkan ke persidangan ini Pak Hakim,” harap para saksi. (Her)