IPNews. Jakarta. Sejumlah istri pengusaha menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan para pejabat tinggi negara terkait kasus gagal bayar oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Kabupaten Bandung, PT Bandung Daya Sentosa (BDS).
Surat terbuka ini disampaikan dalam konferensi pers di wilayah Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (4/8/2025) siang.
Surat terbuka tersebut ditujukan kepada Presiden,Komisi ll,Komisi lll,Jaksa Agung, Kapolri, hingga Ketua KPK.
Para istri dari vendor yang menjadi korban gagal bayar ini memohon keadilan dan meminta agar negara turun tangan menyelesaikan polemik yang telah menghancurkan roda bisnis mereka.
Dalam surat terbuka ini, mereka menyampaikan soal pembayaran pengadaan ayam boneless dada (BLD) yang tak kunjung dibayarkan oleh BDS.
“Penderitaan kami atas masalah ini mungkin bisa dipahami dan itu bisa menimbulkan empati dari Bapak Presiden dan semua jajarannya,” kata Yuan.
“Kami sangat membutuhkan kejelasan dari kasus ini, supaya uang kami bisa kembali dan mungkin Bapak Presiden atau semua yang pemangku jabatan bisa memberikan arahan ke mana kami harus melangkah dan juga memberikan arahan kepada aparat penegak hukum,” sambung dia.
Yuan menyebut, total kerugian dari 18 perusahaan yang terdampak mencapai Rp 105 miliar.
Jumlah itu belum termasuk bunga bank atau kerugian lanjutan akibat putaran bisnis yang macet.
Diketahui, para vendor sebelumnya terlibat dalam pengadaan ayam boneless dada (BLD) untuk proyek kerja sama dengan BDS.
Kasus gagal bayar ini pun menimbulkan berbagai dampak bagi para vendor rumah pemotongan hewan (RPH) ini.
“Yang pasti putaran kami di dalam bisnis ini jadi sangat terganggu. Ada yang sampai mem-PHK karyawan, kemudian ada juga yang sampai nggak bisa menyekolahkan anaknya. Ada yang sampai RPH-nya tutup. Kasus ini betul-betul,” ucap Yuan.
Di sisi lain, Yuan menegaskan bahwa klaim BDS yang menyebut persoalan ini sebagai urusan bisnis-ke-bisnis sangat menyesatkan.
Kekinian, sejumlah vendor kini menempuh jalur hukum.
CV Indofarm sendiri telah melapor ke Polda Jawa Barat atas dugaan penipuan dan penggelapan oleh Dirut BDS.
Sebagian vendor lainnya melakukan upaya lain lewat jalur hukum perdata.
Namun hingga kini, para korban menilai belum ada tindak lanjut yang signifikan.
“Yang kami harapkan bukan belas kasihan, tapi kepastian hukum dan langkah nyata agar kerugian ini bisa dipulihkan,” tutup Yuan.
Klarifikasi BDS
Sebelumnya, dilansir dari Tribun Jabar, pihak PT Bandung Daya Sentosa (BDS), menjawab isu yang beredar berupa kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran kepada para vendor.
Kuasa hukum PT BDS, Rahmat Setiabudi, BUMD tersebut memang tengah terlibat utang-piutang dengan para vendor.
Menurut Rahmat, akar permasalahan dari utang-piutang ini adalah keterlambatan pembayaran dari PT Cahaya Frozen Raya (CFR) kepada PT BDS, yang tercatat sebesar Rp 127 miliar.
Hal tersebut membuat kewajiban PT BDS kepada para vendor yang mencapai Rp 105,4 miliar, mengalami keterlambatan pembayaran juga. Permasalahan ini merupakan bagian dari hubungan kerja sama dalam rantai pengadaan ayam boneless dada (BLD).
Boneless ayam adalah istilah untuk daging ayam yang sudah dipisahkan dari tulang dan kulitnya.
Rahmat mengatakan, kerja sama antara PT BDS, PT CFR, dan para vendor berawal dari kerja sama pengadaan BLD berdasarkan perjanjian kerja sama business to business (B to B) pada akhir 2023.
“Dalam ini, berawal dari adanya perjanjian PT BDS dengan PT CFR terkait suplai BLD. Dan dikerjasamakan lagi dengan pihak ketiga yaitu para vendor. Ini yang menjadi permasalahan, karena PT BDS mempunyai kewajiban bayar, dan benar diakui ada kewajiban bayar kepada para vendor,” ujar Rahmat saat jumpa pers, Selasa (29/7/2025).
Rahmat mengungkapkan, satu bukti munculnya permasalahan ini bermula dari utang-piutang PT CFR, yaitu dengan adanya tagihan invoice yang dilayangkan oleh PT BDS.
“Ini dibuktikan dengan adanya invoice yang kami sudah rekap dan kami sudah sampaikan ke PT CFR bahwa inilah tagihan daripada PT kami yang mengakibatkan keterlambatan bayar kepada para vendor yang bermasalah sekarang ini,” katanya.
Mengenai utang-piutang PT BDS dengan PT CFR, Rahmat mengatakan, pihaknya sedang melakukan upaya hukum ke pengadilan niaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara 142/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga, terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Insyaallah ini sedang berjalan. Jadi memang benar bahwa PT BDS mau mencairkan piutang kepada PT CFR yang mengakibatkan keterlambatan bayar kepada para vendor. Ini murni B to B,” ucapnya.
Proses hukum tersebut dilakukan pihaknya untuk mendorong agar PT CFR segera menyelesaikan kewajiban membayar piutang sebesar Rp 127 miliar. Sehingga akhirnya, PT BDS dapat membayar tagihan sebesar Rp 105,4 miliar kepada para vendor.
Nilai kewajiban kepada vendor tersebut merupakan sisa dari total seluruh tagihan atau kurang lebih dari 40 persen dari total tagihan. Artinya, kata Rahmat, lebih dari 60 persen audah dibayarkan PT BDS kepada para vendor.
Mengenai informasi yang beredar saat ini, PT BDS merasa dirugikan. Rahmat juga menyayangkan terkait adanya informasi yang menyebut keterlibatan pihak pemerintah daerah atau unsur politik dalam kasus tersebut.
“Ini enggak ada urusannya dengan pemkab ataupun Bupati. Ini adalah business to business. Ini yang dijalankan oleh BUMD dengan rekanan bisnis, tidak ada kaitan dengan bupati. Apalagi dengan isu-isu yang berkembang, sampai ke isu kampanye, tidak ada,” ujarnya. (Her)