IPNews. Jakarta. Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui empat permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice atau Keadilan Restoratif, Rabu (4/12/2024)
Dari empat perkara tersebut salah satunya perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Rizki Adhe Putra bin Febriansyah dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2024 sekira pukul 16.45 WIB, pada awalnya Tersangka berniat untuk memperbaiki handphone miliknya di Konter Alponcall yang beralamat Jalan Jaksa Agung R. Suprapto Talang Berangin, Kelurahan Bandar Agung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat.
Kemudian dengan menggunakan tangan kiri tersangka mengambil 1 (satu) unit Handphone merk Vivo Y27s warna black dengan nomor imei 1: 865780070417333 imei 2: 865780070417325 milik korban yang terletak di atas etalase konter.
Selanjutnya korban mendatangi tersangka, lalu tersangka mengatakan ingin memperbaiki Handphone miliknya, kemudian korban menyuruh tersangka untuk mengambilnya kembali setelah diperbaiki sekira pukul 20.00 Wib, sedangkan 1 (satu) unit Handphone merk Vivo Y27s warna black dengan nomor imei 1: 865780070417333 imei 2: 865780070417325 milik korban dibawa pergi tersangka tanpa sepengetahuan dan izin dari korban.
Lalu, 1 unit Handphone merk Vivo Y27s warna black tersebut tersangka pergunakan untuk keperluan mencari pekerjaan dikarenakan HP milik tersangka sedang diperbaiki, hingga akhirnya pada hari Rabu tanggal 25 September 2024 sekira pukul 10.00 WIB, tersangka diamankan dan ditangkap oleh anggota Kepolisian.
Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh tersangka, korban mengalami kerugian senilai Rp 2.700.000 (dua juta tujuh ratus ribu rupiah) berdasarkan nota pembelian pada Enzo Cell tanggal 22 Juli 2023. Bahwa tersangka belum menikmati hasil dari kejahatannya.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lahat Toto Roedianto, S.Sos., S.H. dan Kasi Pidum Priyuda Adhytia Mukhtar, S.H. serta Jaksa Fasilitator Wulan Sari, S.H. dan Pratiwi Muda Puteri, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Lahat mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr. Yulianto, SH. MH.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jampidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis 5 Desember 2024.
Selain itu, Jampudim juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 3 perkara lain yaitu: Terangka Puradi alias Gapuk bin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Bahtiar Ripai bin Mumin dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Wing Yudono alias Yud bin Sriyono Handryan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sragen, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
– Tersangka belum pernah dihukum.
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
– Pertimbangan sosiologis.
– Masyarakat merespon positif.
” Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Jampidum Asep N Mulyana. (Wan)