IPNews. Jakarta. Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Dr. Fadil Zumhana menyetujui permohonan penghentian penuntutan 21 perkara pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Jampidum Fadil Zumhana dalam keteranganya di Jakarta Selasa (11/4/2023), menyampaikan,” bahwa ke-21 perkara-perkara itu adalah :

1. Tersangka Eka Yuliadi dari Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

2. Tersangka Abdul Gapur dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

3. Tersangka Andi alias Andi Rustanto dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Tersangka Nuzul Qurrota Sukma alias Ota dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

5. Tersangka Suwarno alias Warok dari Kejaksaan Negeri Sragen yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

6. Tersangka Yustisi Norman Pratama dari Kejaksaan Negeri Tegal yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

7. Tersangka Hidayat Budiyanto dari Kejaksaan Negeri Klaten yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

8. Tersangka Muhammad Khaizuddin Zulfa alias Dani dari Kejaksaan Negeri Kulonprogo yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman atau Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.

9. Tersangka Laras Widia Astuti dari Kejaksaan Negeri Kuningan yang disangka melanggar Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 atau Kedua Pasal 310 Ayat (2) atau Ketiga Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

10. Tersangka Gunawan dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

11. Tersangka Condro Brawijaya dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

12. Tersangka TR. Zainalson M, dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

13. Tersangka Geri Abdul Nasir dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

14. Tersangka Saepul Alam dari Kejaksaan Negeri Cianjur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

15. Tersangka Ariyana dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

16. Tersangka Deni Triawan dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.

17. Tersangka Hasmin Hasan alias Ade dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

18. Tersangka Noviyanti Titus Ratu alias Novi dari Kejaksaan Negeri Sumba Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

19. Tersangka Remigius alias Remi dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

20. Tersangka La Ode Haliki dari Kejaksaan Negeri Muna yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 356 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dalam Keluarga.

21. Tersangka Jabal Nur dari Kejaksaan Negeri Kolaka yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

– Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

– Pertimbangan sosiologis.

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/ EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” kata Fadil Zumhana. (Wan)

Bagikan :