IPNews. Jakarta. Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung), Dr. Fadil Zumhana, menyetujui penghentian penuntutan 8 perkara tindak pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/08/2023), mengungkapkan, kedelapan perkara itu adalah :
- Tersangka Desi Arni Sidabutar dari Kejaksaan Negeri Simalungun, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsidair Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Jumari dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Rahmadsyah Putra alias Putra dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 tentang Pengancaman.
Tersangka Batara Sultan Lubis alias Adek dari Kejaksaan Negeri Mandailing Natal, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Ferdinan Mangansige alias Dinan dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Hizra dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Moutong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Yusuf alias Ucup dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 360 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Orang Lain Terluka.
Tersangka Rustin Mardiana Sollitan dari Kejaksaan Negeri Banggai Laut, yang disangka melanggar Pasal 76A jo. Pasal 77 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Kedua Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor:01/E/ EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Wan)