Foto: Jampidum Prof Dr Asep Nana Mulyana
IPNews. Jakarta. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Janpidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, mengabulkan dua permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), Selasa (12/8/2025), salah satunya perkara terhadap anak di Flores Timur
Kedua berkas perkara tersebut adalah :
- Tersangka Aloysius Dalo Odjan alias Jeri dan Tersangka Marianus Liufung Lusanto alias Jonli dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp72.000.000.
Tersangka Angga bin Bastari dari Kejari Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kajari menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Hal itu sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Jampidum. (Wan)