Foto: Manuel do Carmo da Silva

IPNews. Jakarta. Dalam persidangan pembuktian yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Selasa (11/2/2025), dalam perkara PHPU Kabupaten Belu. Fakta adanya dugaan kekerasan seksual yang di dalilkan Pemohon Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Belu Nomor Urut 2 Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere dibantah oleh kubu Pasangan Calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves.

Manuel do Carmo da Silva sebagai saksi fakta menerangkan bahwa awal mula pertemuan Vicente Hornai Gonsalves dengan seorang perempuan bernama Juliana Luisa Tai. Ia mengatakan bahwa tidak mendapat restu dari orang tua dari pihak perempuannya, sampai dengan mereka berdua melarikan diri dari Keluarga. Dari sinilah permasalahan tersebut muncul hingga persoalan adat yang mengharuskan Vincente dihukum secara adat.

Sebagai informasi, secara Adat untuk menikahi seorang perempuan, dalam adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengenal istilah Belis, yakni tradisi pemberian mahar dari pihak laki-laki ke perempuan dan pemberian mahar tersebut sangat mahal untuk di serahkan ke pihak perempuan.

“Mahalnya mahar terkadang membuat seorang laki-laki dan perempuan memutuskan pura-pura kabur untuk melihat reaksi orang tua, jadi yang disampaikan bawaslu juga pemohon itu tidak sesuai fakta tidak ada pelecehan seksual itu”. tegasnya di Jakarta. (14/2)

Hal tersebut terkait dengan Kekerasan Seksual Terhadap Anak juga dibantah oleh Manuel. Menurutnya pada saat itu Julian sudah berusia 17 tahun dan tidak dapat dikatakan sebagai anak dibawah umur.

“Mereka berdua tidak jadi, karena orang tua Julian yang tidak mau, dikarenakan keluarga saudara Visente tinggal dibawah tenda,” ungkapnya.

Menurutnya hal tersebut sangat berbeda dengan apa yang diucapkan Bawaslu dalam persidangan, ia membantah sangat tidak jelas dan tidak relevan bahwa tuduhan tersebut dilayangkan kepada paslon nomor urut 1.

“Kalo kita bicara ini kekerasan seksual seharusnya ada hasil visum, pemeriksaan medis lainnya, tetapi ini tidak ada, dan saya pastikan terkait kekerasan seksual itu adalah tidak benar, juga untuk melarikan anak dibawah umur itu tidak benar. Yang benar itu adalah orang tua yang tidak setuju dengan hubungan anaknya.” ujarnya.

Hal itu juga menuai keanehan yang juga disampaikan oleh Manuel bahwa isu kekerasan seksual ini baru muncul sejak KPU menetapkan hasil pemungutan suara.

Menurutnya, isu ini bisa diangkat sejak awal pencalonan sehingga dari awal pendaftaran sebagai paslon bisa di tolak.

“Itu setelah penetapan hasil penghitungan suara baru setelah itu dimunculkan isu tersebut, muncul setelah jam 2 atau 3 sore setelah KPU menetapkan hasil, kalau memang itu muncul dari awal pasti paslon itu kena diskualifikasi, tiba-tiba ada penemuan bahwa ini paslon nomor urut 1 ada kekerasan seksual.”

Dia juga berharap agar majelis Mahkamah Konstitusi dalam sidang putusannya di tanggal 24 Februari 2025, dapat mempertimbangkan keterangan-keterangan dari saksi juga dan juga ahli.

Menurutnya ada sebanyak 17.000 kk warga baru yang memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar permohonan dari pemohon dapat ditolak dan KPU menetapkan Pasangan Calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves sebagai pemenangnya. (JP)