Foto: Bambang Soesatyo (Bamsoet)
IPNews. Jakarta. Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi keberhasilan Polri dalam menggerebek vila di Uluwatu Bali yang dijadikan sebagai clandestine laboratory atau pabrik narkotika jenis hasis. Polri berhasil menangkap empat orang tersangka dengan barang bukti antara lain hasis padat, 53.210 butir happy five, dan 765 buah cartridge yang sudah terisi dengan total 2.294 gram. Nilai keseluruhan barang bukti tersebut mencapai Rp 1,5 triliun lebih.
“Keberhasilan Polri mengungkap pabrik pembuatan narkoba jenis hasis di Bali menunjukan komitmen dan kerja keras Polri dalam memberantas peredaran narkoba di tanah air. Operasi ini tidak hanya menggagalkan produksi dan distribusi narkoba yang dapat merusak generasi muda, tetapi juga memberikan pesan tegas kepada para sindikat narkoba bahwa negara hadir dalam memerangi peredaran narkoba di Indonesia. Polri harus mengusut tuntas serta menangkap semua yang terlibat dalam sindikat tersebut,” tegas Bamsoet di Jakarta, Rabu (20/11/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini meminta Polri juga menjerat seluruh bandar dan pihak yang terlibat dalam peredaran narkoba dengan menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penerapan TPPU dalam konteks peredaran narkoba merupakan langkah yang penting, karena perdagangan narkoba tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial yang besar. Tetapi juga menciptakan jaringan yang kompleks dan sulit dijangkau jika hanya mengandalkan penangkapan pelaku di lapangan. Dengan mengaitkan tindakan penyelundupan narkoba dengan pencucian uang, Polri dapat mengikuti jejak finansial pelaku serta mengidentifikasi aset-aset yang diperoleh dari hasil kejahatan perdagangan narkoba.
“Menyita aset-aset yang dimiliki oleh bandar narkoba dan kurir diharapkan dapat memberikan efek jera yang mendalam. Dengan cara ini, Polri tidak hanya menghentikan peredaran narkoba, tetapi juga memiskinkan pelaku dan merusak kemampuan finansial jaringan narkoba. Keberhasilan dalam menyita aset bisa menjadi sinyal yang kuat bagi para pelaku lainnya bahwa tindakan mereka tidak akan luput dari hukum dan konsekuensinya tidak hanya berupa penjara, tetapi juga hilangnya kekayaan yang telah diperoleh dengan cara yang illegal,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Waketum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan KADIN Indonesia ini menjelaskan, TPPU menjadi salah satu instrumen yang efektif untuk membongkar jaringan sindikat narkoba yang seringkali memiliki struktur keuangan yang kompleks. Dengan menerapkan pasal TPPU, Polri dapat melacak aliran dana yang dihasilkan dari aktivitas ilegal dan mengidentifikasi aset-aset yang didapatkan secara tidak sah. Hal ini penting karena sering kali bandar dan kurir narkoba berusaha menyamarkan sumber pendapatan melalui investasi berbagai macam aset, mulai dari properti hingga kendaraan mewah.
“Kerjasama Polri dengan pihak terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam penerapan pasal TPPU sangat penting. PPATK memiliki peran vital dalam mengawasi dan menganalisis transaksi keuangan yang mencurigakan.
Dengan adanya akses data dan informasi dari PPATK, Polri dapat lebih efektif dalam melacak aliran dana yang berasal dari kegiatan peredaran narkoba. Kerjasama ini tidak hanya memperkuat basis bukti dalam perkara TPPU, tetapi juga memperluas cakupan investigasi terhadap jaringan sindikat narkoba yang lebih luas,” pungkas Bamsoet. (Tim)