IPNews. Jakarta. Mutasi jabatan yang dilakukan Hj.Sri Juniarsih Mas selaku Petahana Bupati Berau pada bulan Maret lalu, diduga tidak sesuai prosedur Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri). Oleh karena itu Muhammad Andi Alfian didampingi Kuasa Hukum GS Law Office & Partners membuat laporan dugaan pelanggaran Pemilu ke Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) pada Jumat (15/11/2024) lalu.

“Kemendagri telah mengingatkan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui surat edaran nomor: 100.2.1.3/1575/SJ bahwa untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan, terhitung 22 Maret 2024, setiap kepala daerah yang maju sebagai calon petahana dilarang melakukan penggantian pejabat enam (6) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Kementrian,” ujarnya dalam siaran tertulis, via whatsapp di Jakarta pada Selasa (19/11/2024).

Selaku pelapor Alfian menyebut mutasi jabatan 160 ASN dilaksanakan tanggal 22 Maret 2024 lalu, belum mendapatkan persetujuan dari Kementrian. Karena tanggal 10 Mei 2024 persetujuan mutasi baru keluar.

” Ya kan aneh, pelantikan dulu, izin atau persetujuannya belakangan. Ibarat kalau kita bertamu ke rumah orang itu tanpa salam, tanpa permisi, tanpa persetujuan pokoknya asal masuk rumah,” katanya.

Menurutnya, pihaknya mengetahui kejadian tersebut setelah membuka grup WhatsApp ada media online yang merilis tentang petahana lakukan mutasi pejabat bisa terancam diskualifikasi. Setelah itu pihaknya berdiskusi dengan temannya setelah bukti-bukti terkumpul pihaknya berkoordinasi dengan GS law office & Partners untuk pendampingan hukum.

Sementara Iqbal Mulyono S.H selaku direktur Gs Law Office & Partner mengatakan pihaknya berkomitmen akan memberikan bantuan pendampingan hukum sampai ada hukum yang menggikat. Karena menurutnya ada beberapa daerah di Kalimatan Timur yang melakukan mutasi seperti di Samarinda.

“Walikota Samarinda pasca mendapat surat edran dari Kementrian lansung membatalkan dan melantik ulang ASN di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda. Namun berbeda dengan Pemerintah Kabupaten Berau tidak ada pembatalan dan pelantikan ulang malah membiarkan dan menganggap ini sebagai hal yang biasa saja. “Padahal hal tersebut harus disikapi secara serius karena ada dugaan dengan sengaja untuk menguntungakan pihak petahana dalam kembalinya maju sebagai calon bupati,” ungkapnya.

Berdasarkan hal itulah kami laporkan ke Bawaslu RI, agar Bawaslu segera melanjutkan hal tersebut dan memerintahkan kepada Bawaslu Berau untuk menindak lanjuti dan memeriksa terkait laporan tersebut.

“Kami ke Bawaslu RI atas banyak pertimbangan salah satunya adalah sejal awal harusnya Bawaslu Berau menjadikan hal ini sebagai temuan tanpa menunggu laporan, dan juga agar perkara ini cepat diperiksa dan ditindak lanjuti” imbuhnya.

Menurut Iqbal dalam Pasal 71 Ayat 2 UU 10 2016 menjelaskan bahwa pemerintah dialarang melakukan mutasi jabatan yang dilakukan enam bulan sebelum penetapan, yang mana hal tersebut bisa berakibat pada sanksi pembatalan atau diskualifikasi calon pada Pilkada. (AS)