IPNews, Jakarta. Kuasa Hukum Arwan Koty, Aristoteles MJ Siahaan berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa kasus dugaan pelaporan palsu, Arwan Koty. Karena tak ada bukti kliennya melakukan pelaporan palsu.

“Segala upaya hukum yang ditempuh oleh Arwan Koty adalah dilindungi undang-undang dan kami minta pada majelis hakim untuk memberikan putusan bebas murni kepada klien kami Pak Arwan Koty,” kata Kuasa Hukum Arwan, Aristoteles MJ Siahaan dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (9/7/2021).

Hal itu menyusul sidang yang dipimpin Arlandi Triyogo didampingi Hakim Anggota Toto dan Ahmad Sayuti menghadirkan tiga saksi A de charge atau saksi meringankan terdakwa Arwan Koty.

“Tiga saksi mengungkap tabir atau fakta sesungguhnya terkait kasus dugaan laporan bohong dengan terdakwa Arwan Koty dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/7/2021),” kata Aristoteles usai sidang d PN Jaksel. 

Fakta dimaksud bahwa kliennya tidak pernah membuat pelaporan palsu terkait jual beli alat ekskavator senilai Rp1,265 miliar sebagaimana yang dituduhkan pihak PT IU. Bahwa alat berat yang dibeli lunas oleh terdakwa Arwan Koty dari PT IU nyatanya memang belum diserahterimakan. 

“Itu artinya sudah terang benderang bahwa ini tidak terbukti secara sah menurut hukum. Arwan Koty telah melakukan pengaduan palsu sebagaimana dakwaan JPU, segala upaya hukum yang ditempuh oleh Arwan Koty adalah dilindungi undang-undang dan Kami minta pada Majelis Hakim untuk memberikan putusan bebas murni kepada klien kami Pak Arwan Koty,” katanya.

Menurut Aristiteles, kliennya adalah seorang pengusaha bernama Arwan Koty yang terpaksa harus menghadapi meja hijau setelah disebut telah membuat laporan palsu oleh PT IU terkait proses jual beli sebuah ekskavator senilai Rp 1,265 miliar pada 2017 silam.

Dalam perjanjian jual beli kata Aristoteles, proses serah terima semestinya dilakukan di Yard PT IU, Jakarta dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh para pihak. Namun, penyerahan satu unit ekskavator itu tidak pernah terjadi.

“Pihak PT Indotruck Utama malah mengaku telah mengirimkan alat berat itu ke Kabupaten Nabire, Papua,” ucap Aristoteles.

Merasa ditipu karena tidak pernah menerima barang yang sudah ia beli sesuai dengan perjanjian, Arwan kemudian melaporkan PT IU ke Polda Metro Jaya pada tahun 2019 dengan tuduhan penggelapan lewat laporan nomor LP/3082/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum.

Namun, dalam prosesnya, pihak kepolisian lalu menghentikan penyelidikan pada 31 Desember 2019. Penghentian penyelidikan ini tertuang dalam surat S.Tap/2447/XII/2019/Dit.Reskrimum.

Tak lama berselang, lanjut Aristoteles, pihak PT IU malah membuat laporan balik ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut dibuat pada 13 Januari 2020 lewat surat LP/B/00231/2020/Bareskrim. “Klien kami dituduh sudah membuat laporan palsu,” ujarnya.

Selain itu Aristoteles menjelaskan, kasus ini semakin aneh, karena laporan yang dilayangkan PT Indotruck Utama hanya berdasarkan surat penghentian penyelidikan yang dikeluarkan Polda Metro Jaya kala itu. “Laporan ini harusnya tidak layak disidangkan karena laporannya hanya berdasarkan surat penghentian penyelidikan” tandasnya.(DM)