IPNews. Jakarta. Presiden Jokowi pernah mengultimatum aparat hukum agar tidak menggigit orang yang tidak bersalah, karena dapat merusak iklim investasi. Namun tampaknya,titah Presiden tersebut tidak digubris oleh jajaran penegak hukum di Kepulauan Riau.Praktek mafia hukum yang diorganisir secara sistemik oleh pelapor itu kini malah berlanjut memasuki Episode Ke-2.

Menurut Mahatma Mahardhika,SH, dalam Episode Ke-1,ganasnya sindikat mafia hukum di Batam, telah menelan korban kliennya bernama Dedy Supriadi bersama anaknya, Dwi Bobby Santoso,yang divonis bersalah dipenjara selama 2 (dua) tahun, atas perbuatan yang tidak dilakukannya, berdasarkan Putusan majelis hakim yang diketuai oleh Dwi Nuramanu,SH di Pengadilan Negeri Batam,dengan Nomor: 170/Pid.B/2020/PN.Btm tertanggal 18 Mei 2020 jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru Nomor: 334/PID.B/2020/PT.PBR tertanggal 14 Juli 2020,terkait Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019. Dan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun secara substansial tetap gagal,“menyembunyikan” kepalsuan laporan Kasidi alias Ahok. Putusan tersebut justeru mencerminkan kesempurnaan praktek mafia hukum yang diorganisir.

Menurutnya, Kasidi alias Ahok dalam Laporan Polisi Nomor:LP-B/34/V/2019 SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019, menuduh Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso, serta Mohammad Jasa bin Abdullah, telah menggelapkan besi besi scrap seberat 125 ton dan 60 ton tembaga, dengan kerugian sebesar Rp 3,6 milyar.Padahal kerugian dari Kasidi alias Ahok tersebut telah diselesaikan oleh Mohammad Jasa bin Abdullah,dengan cara mengurangi jumlah hutang Kasidi alias Ahok kepada Mohammad Jasa bin Abdullah berdasarkan bukti Surat Kesepakatan Bersama Tentang Sisa Pembayaran Penjualan Besi Scrap Impsa 4 Unit Crane Container tanggal 24 Mei 2019.

JPU dari Kejati Kepri menuntut terdakwa ayah dan anak ini pasal 372 KUHP. Padahal Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso tidak ada kaitannya dengan besi 125 ton dan 60 ton tembaga yang dilaporkan Kasidi alias Ahok.

Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso hanya berkaitan dengan besi scrap seberat 100 ton yang bukan milik Kasidi alias Ahok,yang dijualnya kepada Sunardi atas perintah pemiliknya Mohammad Jasa bin Abdullah.“Itu sebabnya besi scrap seberat 100 ton tidak pernah disita penyidik untuk djadikan barang bukti dalam perkara guna menguatkan tindak pidana yang dipersangkakan” ujarnya.

Meskipun JPU menuntut memakai pasal 372 KUHP, namun majelis hakim menvonis para terdakwa Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso bersalah melanggar pidana “Pencurian dalam Pemberatan”sebagaimana yang dimaksud Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Pasal ini diduga merupakan “pesanan”,Kasidi alias Ahok agar dapat sekaligus menjerat rivalnya dalam perdagangan besi tua di Batam yakni Usman alias Abi dan bersama adiknya yang bernama Umar, dengan dikenakan Pasal 480 KUHP, dalam praktek mafia hukum Episode Ke-2

Padahal Usman alias Abi dan Umar menurut kuasa hukumnya,Nasib Siahaan, SH bukanlah pihak yang menjadi subjek dalam Laporan Polisi Nomor:LP-B /34/V/2019/ SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019,tiba-tiba ditetapkan sebagai Tersangka,dengan dikenakan dugaan tindak pidana “pertolongan jahat penadahan” sebagaimana yang dimaksud Pasal 480 KUHP, berdasarkan Gelar Perkara, atas petunjuk P-19 JPU, Nomor: B-74/K.10.4 Eoh.1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020.

Menurut Nasib Siahaan, SH, secara hukum, Usman alias Abi dan Umar tidak dapat dikualifikasikan telah membeli barang besi tua dari hasil suatu kejahatan atau barang gelap. Selain tidak memiliki mens rea dan tidak mengetahui barang yang dibeli berasal dari kejahatan. Sejatinya memang bukan hasil kejahatan. Usman alias Abi dan Umar mendapat penawaran resmi dari Sunardi, Direktur PT. Royal Standar Utama pada tanggal 24 April 2019, berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli Scrap Usman alias Abi dan Umar membayar, dengan harga Rp.4500 per kilo gram. Harga wajar scrap di pasaran pada saat itu Rp. 4300,- per kilo gram.

“Dalam katalog Yurisprudensi tersebut mencontohkan Putusan No. 770 K/Pid/2014 (Abdul Bahar, Moch Ismael, dan Mulyono) dan No. 607 K/Pid/2015 (Srihardono) dimana Terdakwa dalam putusan-putusan tersebut membeli barang dengan harga yang sama dengan harga pasar/standar, sehingga barang tersebut tidak patut diduga berasal dari tindak pidana dan Terdakwa tidak terbukti melakukan penadahan,” ujar Nasib Siahaan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/6/2021).

Dia menegaskan, kliennya Usman alias Abi dan Umar tergolong pembeli yang beritikad baik. Melakukan pembelian di siang hari secara sah sesuai perjanjian jual beli. Membayar pajak atas barang yangt dibeli. Barang tersebut keluar dari areal pergudangan PT. Ecogreen Oleochemicals dengan menggunakan Gate Pass yang ditandatangani oleh pihak satpam sampai level manager operasional. “Ironisnya Usman alias Abi dan Umar ditetapkan menjadi tersangka atas petunjuk jaksa dari Kejati Kepri,“ ujar Nasib meradang.

Pada tanggal 23 Oktober 2020, dilakukan ekspose hasil sidik antara penyidik Polda Kepri dengan para jaksa Kejati Kepri untuk memaparkan hasil penyidikan atas dasar P-19 dari Jaksa pada bulan Juni 2019, dengan petunjuk agar penyidik mendalami legal standing kepemilikan; memeriksa ahli taksasi harga dan memeriksa saksi ahli pidana dan perdata. Dalam berita acara hasil ekspose menyatakan, unsur tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 480 KUHP yang disangkakan kepada Usman alias Abi dan Umar selaku tersangka tidak terpenuhi. Sehingga pada tanggal 25 Februari 2021, Aspidum Kejati Kepri, Edi Utama telah mengembalikan kepada penyidik SPDP Nomor: SPDP/22a/XII/2020/Dirreskrimum tanggal 21 Desember 2020 atas nama Usman als ABI dan Umar. Pada tanggal 28 April 2021 berkas perkara Usman alias Abi dan Umar belum memiliki syarat formil dan materil, dinyatakan Hasil Penyidikan Belum Lengkap (P-18).

Namun pada tanggal 5 Mei 2021, Jaksa Penuntut Umum selaku Pengendali Perkara (dominus Litis), yang dituntut dapat aktif menjaga nilai-nilai Due Process of Law dan mencegah terjadinya suatu pelanggaran/kesewenang-wenangan yang dilakuan penyidik terhadap tersangka, malah ikut menjerumuskan diri ke dalam praktek mafia hukum.Tanpa pernah ada Pengembalian Berkas Perkara (P 19), tiba-tiba berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar dinyatakan lengkap (P-21),berdasarkan pemberitahuan Wakil Kejati Kepri, Dr Patris Yusrian Jaya kepada Kapolda Kepri, Nomor: B-435/L.10.1/Eoh.1/5/2021, dengan diwarnai ada dugaan manipulasi tanggal pembuatan Rendak dan Chek List oleh JPU Raymund Hasdianto Sihotang, SH Tanggal pembuatan Rendak dan Chek List oleh JPU P 16 sebenarnya adalah tanggal 17 Mei 2021. Namun oleh JPU Raymund Hasdianto, SH tanggal 17 Mei 2021 tersebut dicoret dan diganti menjadi tanggal 5 Mei 2021.

JPU Raymund Hasdianto Sihotang, SH diduga memberikan informasi palsu dengan menerangkan, gudang PT. Ecogreen Oleochemicals tempat pengeluaran barang besi scrap 100 ton yang dituduh sebagai barang curian sebagai milik Kasidi alias Ahok. Padahal Gudang PT. Ecogreen Oleochemicals adalah Gudang yang disewa oleh Mohamad Jasa bin Abdullah selaku pemilik barang besi scrap seberat 100 ton. Informasi palsu inilah yang meyakini Kajati Kepri,Hari Setiyono setuju berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar harus di P-21. Meskipun tidak mendapatkan tembusan, Kasidi alias Ahok juga memperoleh surat penetapan P-21 atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar tersebut, diduga diberikan oleh JPU.
Tim Eksaminasi Diduga Masuk Angin

Atas diterbitkannya penetapan P-21 terhadap kliennya, Nasib Siahaan,SH meronta. Ia melayangkan surat permohonan perlindungan hukum ke Jampidum Kejagung, Dr. Fadil Zumhana. Awalnya, Nasib Siahaan, SH bersuka cita, dalam tempo 2 (dua) hari sejak suratnya dilayangkan, Jampidum Kejagung RI mengirim Tim Eksaminator yang dipimpin oleh Direktur Orharda pada Jampidum Kejagung RI, Gerry Yasid, SH, MH untuk melakukan pemeriksaan internal di Kejati Kepri pada tanggal 24 Mei 2021. Suasana jalannya pemeriksaan di Gedung Kejati Kepri Tanjung Pinang berlangsung cukup tegang.”Ketua Tim Eksaminator,Gerr y Yasid, SH sempat membentak Raymund Hasdianto Sihotang,SH, JPU yang dianggap bertanggung jawab dalam merekayasa perkara sejak awal,” ujar salah seorang jaksa yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Sejatinya Tim Eksminator yang dipimpin Gerry Yasid, SH telah berhasil menemukan berbagai penyimpangan dalam penetapan P-21, namun pada hari Senin 31 Mei 2021, angin berubah.Tim Eksaminator berkesimpulan tak ada yang salah dalam penetapan P-21 pada berkas perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar. Perubahan arah angin itu terjadi sehari setelah Kasidi alias Ahok terbang dengan pesawat Batik dari Batam ke Jakarta pada tanggal 30 Mei 2021. Kini kelanjutan perkara Usman alias Abi dan Umar membutuhkan kesungguhan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin dalam membenahi anak buahnya.

Sejak Tim Eksaminator turun ke Tanjung Pinang, diyakini Kasidi alias Ahok diduga terus bergerilya di lapangan mendorong agar dilakukan penyerahan tahap dua perkara atas nama tersangka Usman alias Abi dan Umar untuk dilimpah ke pengadilan Negeri Batam.

Hal itu terlihat dengan terbitnya surat Surat Panggilan Kedua kepada Usman bin Abi dan Umar dari penyidik untuk hadir pada hari Rabu tanggal 02 Juni 2021.

Konon berkas atas nama tersangka Usman bin Abi dan Umar sudah dinantikan oleh KPN Batam, Wahyu Imam Santoso,SH,MH, yang telah berhasil “mengawal” Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso hingga divonis 2 (dua) tahun penjara, dalam praktek mafia hukum Episode Ke-1 seperti harapan Kasidi alias Ahok.

Padahal berdasarkan hasil TPM tanggal 27 April 2021,KPN Batam Wahyu Imam Santoso, SH,MH sudah harus berangkat mutasi menjadi KPN Denpasar.Menurut informasi, Wahyu Imam Santoso,SH,MH meminta agar serah terimanya ditunda selama 3 (tiga) bulan, diduga ia hendak menunggu pelimpahan berkas perkara aras nama Usman bin Abi dan Umar.“Kasus ini harus mendapat perhatian dari Jaksa Agung RI, Ketua Mahkamah Agung RI, dan Kapolri, agar langkah para mafia hukum di Batam ini terhenti“, ujar Nasib Siahaan,SH, kuasa hukum Usman bin Abi dan Umar.
Diduga Bermasalah sejak awal

Sehari sebelumnya,sebagaimana diwartakan, korban mafia hukum Episode Ke-1 telah melaporkan sejumlah penyidik Polda Kepri ke Karopaminal Div Propam Mabes Polri. Dalam laporan tersebut. terungkap pada tanggal 29 September 2020, Wadir Reskrimum Polda Kepri,AKBP Ruslan Abdul Rasyid, S.I.K, MH, memanggil penyidik Briptu Jefry R Simanjuntak terkait penyitaan Handphone Samsung milik Saw Tun alias Alamsyah yang melakukan penyitaan tanpa ada Surat Perintah Penyitaan dan hanya memberikan Tanda Terima kepada Saw Tun alias Alamsyah. Handphone tersebut disita dari Saw Tun alias Alamsyah setelah yang bersangkutan telah menjalani proses hukuman di Rutan Batam sekitar bulan Juni 2020.

Briptu Jefry R Simanjuntak tidak dapat menjawab apa tujuan penyitaan Handphone milik Saw Tun alias Alamsyah tersebut yang tidak pernah dilaporkan kepada pimpinan atau dibuatkan Penetapan dari Pengadilan Negeri.Sementara itu Ipda Ridho Lubis,SH dan Briptu Jefry R Simanjuntak mengakui kepada Wadireskrim Polda Kepri,AKBP Ruslan Abdul Rasyid, SIK,MH,”bahwa apabila Handphone tersebut dijadikan barang bukti dalam proses penyidikan LP-B/34/V/2019/SPKT – KEPRI, tanggal 02 Mei 2019 dilakukan maka unsur pasal 372 KUHP dan/ atau pasal 363 KUHP tidak akan terbukti.

Penambahan pasal 363 KUHP sebagai pasal alternatif tidak melewati proses gelar perkara dan hanya dibuatkan Berita Acara Pendapat setelah Ipda Ridho Lubis, SH dan Briptu Jefry R Simanjuntak dipanggil di ruang kerja mantan Wakapolda Kepri atas nama Brigjen Pol Yan Fitri Halimansyah. Pada tanggal 30 Juli 2020 saat pemotongan hewan kurban (Idul Adha), Wakapolda Kepri atas nama Brigjen Pol Drs. Darmawan, M. Hum memanggil Wadir Krimum Polda Kepri AKBP Ruslan Abdul Rasyid, D, SIK, MH karena ditelpon oleh mantan Waka Polda Kepri atas nama Brigjen Pol Yan Fitri Halimansyah dimana saat itu mempertanyakan perkara dugaan tindak pidana Pasal 480 KUHP yang belum dilakukan percepatan oleh Ditreskrimum Polda Kepri agar dapat segera P-21. Kini peradilan sesat sudah menanti Usman alias Abi dan Umar di PN Batam. “Langkah tegas Jaksa Agung RI ST Burhanuddin ditunggu guna mencegah rusaknya tatanan hukum di Indonesia” tukas Nasib lagi. (wan)